Komisi VI: Pemerintah Ceroboh Buka Exit Timur Brebes dan Pantura

Ruben Setiawan
Komisi VI: Pemerintah Ceroboh Buka Exit Timur Brebes dan Pantura
Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono. (DPR)

"Seharusnya Brexit dibuat jalan layang yang tidak menghambat jalur Pantura".

Suara.com - Insiden kemacetan yang luar biasa sepanjang arus mudik kemarin, menuai komentar negatif bagi pemerintah. Sumber kemacetan adalah kecerobohan Presiden Jokowi membuka jalur keluar di Brebes Timur atau yang lebih populer dengan sebutan Brexit dan di Pantura.

Pembukaan jalur itu, menciptakan kemacetan di pertigaan exit timur Brebes.

“Seharusnya Brexit dibuat jalan layang yang tidak menghambat jalur Pantura. Jalur Brexit yang diresmikan 16 Juni 2016 lalu oleh Presiden Jokowi tidak dipersiapkan dengan baik oleh pemerintah,” tandas Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono, Kamis (14/7).

Koordinasi dan sinergi selama arus mudik berjalan juga dinilai minim antara Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), pengelola jalan tol, kepolisian, dan Kemenhub. Menurut Bambang, mestinya BPJT membuat standardisasi terlebih dahulu sebelum membuka jalur, agar diketahui volume kendaran yang masuk, sehingga tidak terjadi overload atau overdemand.

“Secara eksternal, pemerintah harus bisa mengatur origin in destination dari pemudik. Asal pemudik harus didata oleh Kemenhub, sehingga bisa memberikan pengarahan kepada pemudik untuk menggunakan jalur alternatif seperti jalur tengah, utara, dan selatan. Penumpukkan kendaraan pun tidak akan terjadi. Kemenhub juga bisa dibantu Dishub daerah, agar overload kendaraan bisa diatur maksimal,” ungkap Bambang.

Ditambahkan politisi Gerindra ini, Kemenhub juga harus merancang transportasi publik super massal seperti kereta api yang saat ini jumlahnya sangat minim. Double track di utara juga mestinya bisa untuk antisipasi. Jumlah penduduk di Pulau Jawa yang sekitar 100 juta harus sudah bisa diantisipasi seperti di Jepang. Pemerintah Jepang telah mendesain transportasi dengan moda kereta api berangkat setiap 5 menit.

“Kemenhub harus mempersiapkan transportasi super massal untuk antisipasi seperti kapal laut dan angkutan darat akibat padatnya transportasi privat. Pemerintah pun harus mengatur tata letak bangunan dan fasilitas publik agar tidak bersentuhan langsung dengan jalan raya. Saatnya pula mengantisipasi lintas sebidang jalan raya dan kereta api. Sebaliknya, harus mulai dibangun underpass atau jalan layang agar tidak terhambat,” papar Bambang.

Melihat fakta kemacetan yang luar biasa selama arus mudik, publik pengguna jalan tol sebenarnya sudah dilindungi oleh UU Jalan Tol. Pasal 92 UU ini menyebutkan, pengelola jalan tol wajib memberi ganti rugi yang diderita pengguna jalan tol akibat kesalahan badan usaha dalam mengelola jalan tol. Kemacetan yang mengular itu telah merugikan masyarakat pengguna jalan tol.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI