DPR: Sebaiknya Ada Sanksi Tegas Pada Perusahaan Pencemar Laut

Fabiola Febrinastri
DPR: Sebaiknya Ada Sanksi Tegas Pada Perusahaan Pencemar Laut
Kunjungan kerja Komisi VII dengan pihak terkait, di Kantor Gubernur Kepri, Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin (30/4/2018). (Sumber: Istimewa)

Potensi limbahnya dinilai luar biasa.

Suara.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtar Tompo, mengatakan, masih belum jelas sanksi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang mencemari limbah sepanjang perairan Kota Batam, Kepulauan Riau. Pasalnya, tumpahan minyak di lautan ini sudah terjadi sepanjang tahun dan sebaiknya disikapi serius.

“Perlu ada jawaban yang serius. Saya minta setelah kita kembali ke Jakarta, harus rapat membicarakan ini dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karena potensi limbahnya luar biasa,” ungkap Mukhtar, dalam kunjungan kerja Komisi VII dengan pihak terkait, di Kantor Gubernur Kepri, Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin (30/4/2018).

Baru-baru ini, limbah minyak (oil spill) mencemari sejumlah titik pantai di Nongsa, Batam. Di antaranya, pantai kawasan wisata dan resort (penginapan mewah) Turi Beach dan Nongsa Village.

Namun ternyata, kawasan pesisir Batam dan Bintan selalu tercemar tumpahan minyak sejak 2015, yang salah satu penyebabnya diduga pembuangan limbah minyak secara ilegal.
Menurut data KLHK, angkanya mencapai 200 drum limbah yang diangkut jika dikalikan sepanjang lima bulan, maka jumlahnya mencapai 1000 drum

Penghitungan itu baru dari KLHK. Provinsi Kepri sendiri sudah mengangkut sekitar 30 drum.

Menurut informasi, laut di perairan Batam sudah tidak lagi biru, tetapi sudah hitam, dan itu terjadi laten setiap tahun, selama lima bulan berturut turut dalam satu tahun berjalan.

“Ini seolah-olah ada pembiaran yang terjadi. Untuk angka limbah mencapai 200 drum untuk KLHK, dan 30 drum untuk provinsi. Itu pun masih tidak jelas, apakah tiap bulan sepanjang lima bulan dalam tahun berjalan, ataukah dalam akumulasi satu tahunan lima bulan itu. Jika per bulan dimulai dari Oktober sampai Februari, berarti ada lima bulan. Jika dikalikan dengan limbah yang diangkut oleh KLHK saja 200 drum, berarti akan ada 1000 drum,” beber Mukhtar.

Menurut politisi Partai Hanura itu, penanganan limbah masih belum jelas. Ia menilai, hanya ada perebutan limbah untuk dibawa ke perusahaan pengolahan limbah di Kepri dan tidak mencantumkan tentang apa yang dilakukan oleh pemerintah, terutama dalam kaitan penanganan limbah dan pencegahannya.

Mukhtar menilai seperti ada pembiaran yang terjadi. Ia melihat penanganan ini tak seperti tumpahan minyak Balikpapan yang terjadi dalam satu waktu, namun kemudian disikapi serius.

“Ini terjadi setiap tahun, dan bahayanya mungkin tidak terjadi jatuh korban jiwa secara langsung, tetapi dampaknya luar biasa. Bagaimana dengan kita yang makan makanan hasil laut, bagaimana dengan ibu hamil dan anak-anak yang mengkonsumsi makanan laut yang tercemar limbah. Kita belum tahu juga, bagaimana hasil penelitian lingkungan laut dengan biota laut rusak, dan sampai di mana kerusakannya,” katanya lagi.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI