Bamsoet: Sistem Politik di Indonesia Miliki Kekhasan

Fabiola Febrinastri
Bamsoet: Sistem Politik di Indonesia Miliki Kekhasan
Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo. (Dok: DPR)

Indonesia beralih menggunakan sistem presidensial.

Suara.com - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, menilai, sistem politik di Indonesia mempunyai kekhasan dibanding sistem politik di negara lainnya. Pasca Reformasi 1998, presiden tidak lagi menjadi mandataris MPR.

Indonesia beralih menggunakan sistem presidensial, dimana presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, terpisah dengan kekuasaan legislatif di parlemen.

"Sistem presidensial, idealnya mempunyai dua kekuatan utama yang saling berhadapan. Sebagaimana terjadi di Amerika, Partai Republik berhadapan dengan Partai Demokrat. Di Indonesia, kombinasi sistem presidensial dengan kondisi multipartai di parlemen seperti saat ini, menjadi wajah baru dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dunia. Tak ubahnya seperti sistem hybrid dalam sebuah kendaraan," ujar Bamsoet, saat menjadi narasumber Rapat Pleno Lembaga Pengkajian MPR RI, Gedung MPR RI Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Lembaga Pengkajian MPR beranggotakan 60 orang, yang berasal dari berbagai tokoh dan pakar ketatanegaraan. Hadir dalam rapat pleno tersebut, antara lain Arief Budimantan (Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional/KEIN), Hajroyanto Y Thohari (Wakil Ketua MPR periode 2009 - 2014), Andi Mattalata (mantan Menteri Hukum dan HAM), Ali Masykur Musa (mantan anggota BPK RI), Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara), Valina Singka Subekti (akademisi Ilmu Politik Universitas Indonesia).

Baca Juga: Bamsoet : DPR - Polri Harus Selalu Tingkatkan Strategi Kerja Sama

Politisi Partai Golkar ini menerangkan, multipartai di parlemen, yang dikombinasikan dengan presidensial tidak jarang menimbulkan resistensi terjadinya pemerintahan yang terbelah, dimana calon pasangan presiden - wakil presiden yang memenangkan pemilu bukan berasal dari koalisi partai politik yang menguasai parlemen.

Sejarah membuktikan, Pilpres 2004 yang dimenangkan SBY - JK dan Pilpres 2014 yang dimenangkan Jokowi - JK, bukan berasal dari koalisi partai politik yang menguasai parlemen.

"Untungnya di dua pemilu tersebut, Partai Golkar selalu menjadi bandul yang menyeimbangkan kekuatan koalisi pemerintah untuk menghadapi koalisi oposisi di parlemen, sehingga pemerintahan bisa berjalan efektif dan efisien. Hubungan pemerintah dan parlemen bisa terkendali," terang Bamsoet.

Mantan Ketua Komisi III DPR ini menambahkan, agar sistem presidensial bisa berjalan secara tepat, maka perlu penyederhanaan partai politik di tingkat parlemen. Karena itu, mulai Pemilu 2009 telah diberlakukan parliamentary threshold.

"Parliamentary threshold di pemilu 2009, sebesar 2,5 persen. Meningkat di pemilu 2014 menjadi 3,5 persen. Ditingkatkan lagi menjadi 4 persen untuk pemilu 2019. Jika di pemilu 2014, ada 10 partai politik yang lolos ke parlemen, di pemilu 2019 nanti, jumlahnya akan mengecil lagi, bisa hanya 5-7 partai politik yang lolos. Jadi partai politik dan para Calegnya dituntut bekerja keras memenangkan hati dan suara rakyat," jelas Bamsoet.

Baca Juga: Bamsoet: KNPI Tak Boleh Terpecah oleh Kepentingan Apapun

Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Kebumen, dan Banjarnegara ini, menjelaskan, penyederhanaan partai politik di parlemen belum tentu bisa menjamin stabilitas politik penyelenggaraan pemerintahan negara. Karena itu, harus ada ikatan ideologis yang kuat bagi koalisi partai politik, sehingga anggotanya di parlemen punya garis perjuangan yang sama.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI