Unit Pengendalian Gratifikasi Wujudkan DPR Bebas KKN

Fabiola Febrinastri
Unit Pengendalian Gratifikasi Wujudkan DPR Bebas KKN
Inspektur Utama DPR RI Setyanta Nugraha saat hadir dalam acara Sosialisasi Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, untuk mewujudkan lingkungan kerja yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). (Dok: DPR)

Gratifikasi terbagi menjadi dua jenis.

Suara.com - Inspektorat Utama (Ittama) DPR RI mengadakan Sosialisasi Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR untuk mewujudkan lingkungan kerja yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Sosialiasasi ini sebagai tindak lanjut Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 16 Tahun 2018 yang mengatur pengendalian gratifikasi di lingkungan Setjen dan BK DPR RI.

“Dalam Peraturan Sekjen tentang gratifikasi diatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan apa itu gratifikasi dan jenis-jenis yang digolongkan gratifikasi. Peraturan tersebut dimaksudkan untuk memberikan instrumen hukum untuk mencegah terjadinya praktik KKN dan salah satu instrumen yang mengarah ke KKN adalah gratifikasi,” tutur Inspektur Utama DPR RI Setyanta Nugraha di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/11/2018).

Totok, sapaan akrab Setyanta menjelaskan, Peraturan Sekjen tersebut juga mengamanatkan untuk membentuk Unit Pengendali Gratifikasi Koordinator yang letaknya di Ittama DPR RI.

“Nantinya di Inspektorat Utama akan menjadi tempat ketika pejabat atau pegawai menerima gratifikasi bisa melaporkan di UPG Koordinator dalam waktu 7 hari setelah menerima gratifikasi. Ataupun penerima gratifikasi bisa langsung melaporkan langsung ke KPK dalam waktu tidak lebih dari 30 hari,” tutur Totok.

Baca Juga: BK DPR : Daerah Perlu Sistem Asuransi Kesehatan

Dalam sosialisasi tersebut, Totok memaparkan, gratifikasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu gratifikasi Kedinasan dan Non Kedinasan. Dari dua jenis tersebut, ada yang wajib dilaporkan dan tidak wajib dilaporkan, sehingga pegawai di lingkungan Setjen dan BK DPR RI dapat mengetahui gratifikasi dan dapat berpikir ulang, apabila pejabat ingin menerima gratifikasi atau bawahan memberikan gratifikasi ke atasan.

“Ini menjadi suatu tantangan, karena culture kita sebagai orang timur yang sering memberikan sesuatu, dan ketika ini dihubungkan dengan kedinasan dan bisa mempengaruhi keputusan atau kebijakan, maka ini bisa dikatergorikan dengan delik gratifikasi,” tuturnya.

Totok memberikan salah satu contoh, di ruangannya di Lantai 5 Gedung Setjen dan BK DPR terdapat lemari yang berisi berbagai macam barang hasil gratifikasi. Totok berharap, beberapa pegawai di lingkungan Setjen dan BK DPR bisa melaporkan hasil gratifikasi, yang nantinya akan diletakan di dalam lemari.

Lemari gratifikasi tersebut bertujuan untuk melengkapi aturan apabila ada yang melaporkan gratifikasi bisa disimpan di lemari tersebut. Dan yang kedua sebagai bentuk akuntabilitas.

“Jika ada orang yang melaporkan hasil gratifikasi, maka akan ketahuan letak penyimpanannya, dan lemari tersebut kita letakkan di ruang terbuka, supaya pegawai dan pejabat tahu ada lemari gratifikasi,” tutup Totok.

Baca Juga: Angka Kelulusan CPNS 2018 Rendah, DPR: Perlu Ada Evaluasi


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI