Posyandu Keluarga Harus Miliki Banyak Tenaga Penyuluh

Fabiola Febrinastri
Posyandu Keluarga Harus Miliki Banyak Tenaga Penyuluh
Anggota Komisi IX DPR RI Sumarjati Arjoso. (Dok : DPR)

Konsep posyandu keluarga adalah menggabungkan program yang sudah diterapkan pemerintah.

Suara.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Sumarjati Arjoso menekankan posyandu keluarga yang digalakkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) haruslah disertai dengan tenaga penyuluh yang mengedukasi serta tenaga lainnya yang mampu mendeteksi dini, bila ada masyarakat yang teridentifikasi mengidap penyakit tertentu, termasuk stunting.

Hal tersebut diungkapkan Sumarjati kepada Parlementaria, setelah pertemuan antara Tim Kunjungan Kerja Spesifik (kunspek) Komisi IX DPR RI dengan Dinas Kesehatan NTB, beserta stakeholder bidang kesehatan dalam rangka pengawasan terhadap penanganan anak gizi buruk dan anak stunting, di Mataram, NTB, Selasa (19/3/2019).

“Di posyandu, keluarga bisa diperiksa. Misalnya, seorang ibu membawa anaknya untuk diperiksa, dia sendiri juga bisa memeriksakan diri. Deteksi dini, apakah ada tekanan darah tinggi, diabetes, gula darah dan sebagainya. Lalu dia juga bisa bawa orang tuanya untuk diperiksakan juga. Butuh tenaga lebih banyak," ujar Sumarjati.

Pada dasarnya, konsep posyandu keluarga adalah menggabungkan program yang sudah diterapkan pemerintah, yaitu Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Bina Keluarga Lansia (BKL). Dengan posyandu keluarga, menurut Sumarjati, masyarakat harus memanfaatkan sebaik-baiknya, karena mereka tidak terlalu terbebani dengan berkali-kali datang di suatu tempat.

Baca Juga: Komisi IX DPR Dorong Perda Perlindungan Tenaga Kerja Sektor Informal

Selain itu, politisi Partai Gerindra ini menerangkan, kesehatan itu tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, tapi juga meliputi sehat fisik, mental dan sosial.Kesehatan sendiri dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan memiliki pengaruh sekitar 40 persen, perilaku 20 persen, pelayanan kesehatan 20 persen serta faktor keturunan 10 persen.

“Lingkungan jelek misalnya, sampah di mana-mana, tidak mengerti kebersihan rumah. Itu terkait perilaku orang itu dan merupakan sumber penyakit menular. Kalau dia sendiri tidak olahraga, makan sembarangan, bisa menyebabkan tekanan darah tinggi. Jadi utamanya kesehatan adalah faktor lingkungan dan perilaku," terang Sumarjati.

Terkait persalahan stunting, politisi dapil Jawa Tengah III itu menilai, faktor perilaku meliputi juga pola asuh adalah salah satu penyebabnya. Perlu penekanan perilaku orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Bila perilaku dan lingkungan ini tidak diperbaiki, tentu hasilnya jauh dari apa yang diharapkan pemerintah.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI