Komisi VII Minta agar Pasokan Listrik di Jatim Merata

Fabiola Febrinastri
Komisi VII Minta agar Pasokan Listrik di Jatim Merata
Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring. (Dok : DPR)

Mensuplai listrik untuk seluruh masyarakat merupakan azas keadilan.

Suara.com - Anggota Komisi VII DPR, Tifatul Sembiring menyoroti belum meratanya pasokan listrik di Provinsi Jawa Timur. Pasokan listrik di Jatim hampir 90 persen, namun di beberapa daerah seperti Pulau Madura, baik di kawasan barat dan timur, serta wilayah pantai utara (pantura) Jawa, misalnya Bondowoso, masih belum menerima pasokan listrik secara merata.

Hal ini disampaikan Tifatul, usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR dengan Pejabat Eselon 1 Kementerian ESDM, Kepala SKK Migas, Kepala BPH Migas, Direksi PT. Pertamina, PT. PLN, PT. PGN, KKKS Jawa Timur, dan Kepala Dinas ESDM Jawa Timur, di Surabaya, Jatim, Senin (29/4/2019).

“Jadi untuk PLN, kita lihat di Jawa Timur ini secara umum (pasokan listrik) kurang lebih sekitar 90-an persen. Kecuali beberapa wilayah, termasuk Madura, terutama bagian timur dan barat  termasuk juga Pantura, wilayah Bondowoso. Kita berharap pasokan listrik untuk Madura dan Bondowoso dipenuhi secara merata,” harap Tifatul.

Tifatul menjelaskan, mensuplai listrik untuk seluruh masyarakat merupakan azas keadilan yang harus ditegakkan, yang mana listrik merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat. Ia mendorong pemerintah bersama PLN untuk melakukan evaluasi agar Jatim sebagai daerah penyuplai listrik juga dapat memenuhi kebutuhan listrik warganya.

Baca Juga: DPR : Pemindahan Ibu Kota Indonesia Perlu Perencanaan Matang

“Ini kita evaluasi terus. Artinya secara bertahap ada perkembangan. Saat ini beban puncak di Jawa dipasok juga dari Jawa Timur, yang mana semuanya sudah terinterkoneksi se-Jawa Bali dan Madura. Jangan sampai produk listrik dari Jawa Timur ini besar, tapi justru dikirim ke daerah lain,” seloroh politisi PKS ini.

Ia juga menyoroti besaran tarif listrik untuk kategori pedagang kecil. Ia melihat masih ada pedagang beromzet kecil yang dikenakan tarif listik seperti pedagang yang berjualan di pusat perbelanjaan atau hotel.

Hal tersebut dinilai memberatkan, karena biaya operasional pedagang menjadi lebih tinggi, sehingga perlu ada evaluasi dari PLN untuk memastikan besaran tarif listrik yang sesuai bagi para pedagang kecil.

“Itu harus diperhatikan di bagian distribusi, bisa memisahkan dengan melihat dagangannya. Mungkin (berjualan) kain batik, itupun bukan batik besar-besaran. Atau mungkin dagangannya sekadar toko obat. Nah kalau disamakan tarifnya dengan tarif di mal, restoran atau hotel, yang kecil-kecil, ini lumayan berat buat mereka,” bela legislator dapil Sumatera Utara I itu.

Baca Juga: Ketua DPRD DKI Jakarta Setuju Diskon 50 Persen Tarif MRT Diperpanjang


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI