Pola Distribusi Pupuk Bersubsidi Perlu Ditingkatkan
Semua harus mengacu pada ketepatan yang prinsip yakni tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu.
Suara.com - Pola distribusi pupuk bersubsidi yang hanya diutamakan bagi segolongan petani saja yang tergabung dalam kelompok tani (poktan) menjadi perhatian serius Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin.
Ia mengatakan, distribusi pupuk hanya untuk institusi kelompok petani tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 Tahun 2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi, sehingga ada pekerjaan pemerintah untuk bersosialisasi agar semua petani di Indonesia semua berkelompok.
“Yang berkelompok ini kan (jumlahnya) tidak banyak dibandingkan seluruh petani di Indonesia. Dan yang mendapat alokasi pupuk subsidi hanya kelompok-kelompok yang memiliki akses dengan kekuasaan. Padahal total APBN pupuk subsidi hampir menyamai anggaran Kementerian Pertanian di APBN satu tahun,” ucap Akmal dalam rilisnya kepada Parlementaria, Senin (4/11/2019).
Akmal menjelaskan, pendistribusian pupuk bersubsidi diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan pada nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian secara nasional mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV. Sedangkan untuk penerima dan harga di atur pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi.
Baca Juga: Sri Mulyani Pasrah di Hadapan DPR Soal Kondisi Ekonomi Saat Ini
Semua harus mengacu pada ketepatan yang prinsip yakni tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu.
"Pada audit BPK yang dilakukan tahun 2019, 30 persen penyaluran pupuk bersubsidi tidak tepat. Kemungkinan inilah yang menjadi faktor mengapa pada RAPBN, pupuk bersubsidi tahun 2020 turun menjadi Rp 26 triliun. Padahal pada tahun sebelumnya ada pada angka Rp 36 triliun. Ada penurunan sebesar Rp 10 triliun dari APBN 2019,” paparnya.
Seperti diketahui, pada Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Sidang I Tahun Sidang 2019-2020, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan RUU APBN Tahun Anggaran 2020 beserta dengan Nota Keuangannya pada tanggal 16 Agustus 2019. Salah satu kebijakan yang penting untuk sektor pertanian dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2020 adalah Pemerintah menurunkan subsidi pupuk tahun 2020.
Pemerintah beralasan subsidi benih tidak efektif dan tidak efisien. Subsidi pupuk dalam RAPBN tahun 2020 direncanakan sebesar Rp 26.627,4 miliar untuk kebutuhan pupuk sebanyak 7,95 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah Rp 10.474,2 miliar apabila dibandingkan dengan APBN tahun 2019 sebesar Rp 37.101,6 miliar.
Pemberian pupuk bersubsidi, lanjut Akmal, akan membantu mendongkrak produktivitas pertanian. Namun pada kenyataanya, banyak distributor nakal yang merusak sistem di tambah lagi banyak juga penjual nakal yang menjual pupuk bersubsidi tidak tepat sasaran. Sebagai contoh tahun 2017 terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi, padahal penghitungan produksi, distribusi dan estimasi calon penerima sudah dihitung secara cermat.
Baca Juga: DPR Minta Menteri BUMN Fokus Sehatkan Perusahaan Pelat Merah
Dikatakannya, pemerintah mesti membuat rencana peningkatan tehnik distribusi pupuk bersubsidi, agar substansi adanya program ini tercapai yakni swasembada pangan. Pemerintah perlu mendorong seluruh petani berkelompok atau memperluas dengan sensus tani yang mencatat seluruh petani yang layak mendapatkan pupuk bersubsidi.