Pemerintah Diminta Perbaiki Sistem Pendistribusian Alat Pelindung Diri
Kebutuhan APD menjadi penting di semua sektor layanan kesehatan.
Suara.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani minta pemerintah memperbaiki sistem pendistribusian alat pelindung diri (APD) kepada tenaga medis, terutama di daerah-daerah. Ia menilai pemerintah masih lambat dalam mendistribusikan APD bagi tenaga medis, yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19. Hal ini pula yang kerap kali dikeluhkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Pemerintah seperti terus bermain dengan masalah. Sebelumnya, rakyat menggugat pemerintah karena tidak menyiapkan APD bagi tenaga kesehatan dengan dalih stok dan anggaran tidak ada. Sekarang anggaran sudah diturunkan dan APD sudah ada, malah lambat dalam distribusinya. Apa pemerintah tidak kasihan kepada tenaga kesehatan yang harus berjibaku menangani pasien Covid-19? Karena menunggu APD yang tak kunjung datang," imbuhnya melalui rilis yang diterima Parlementaria, baru-baru ini.
Menurutnya, IDI mendapatkan aspirasi dari para dokter di berbagai daerah bahwa distribusi APD masih terhambat, salah satunya dikarenakan persoalan birokrasi. Kondisi seperti ini sudah dilaporkan IDI kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selaku Gusus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
“Di era revolusi 4.0 seharusnya berimbas pada mental dan manajemen pengelolaan pemerintahan yang semakin baik (good governance), bukan terpenjara dengan alur birokrasi yang usang. Di masa bencana ini, cepat dan tepat itu harus menjadi tagline bagi Gugus Tugas Covid-19 baik pusat maupun daerah. Potong alur birokrasi yang memperlama rantai distribusi. Jika cara kemarin gagal, segera evauasi dan perbaiki, jangan malu,” tegas politisi Fraksi PKS ini.
Baca Juga: Komisi X DPR Sambut Positif Penundaan PON 2020 di Papua
Ia menambahkan, Gusus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sampai saat ini sudah menyalurkan sebanyak 871.150 APD ke berbagai daerah. Proses distribusinya dilakukan dengan dua cara, yaitu dikirim oleh pesawat milik TNI untuk wilayah perbatasan dan sulit akses transportasi.
Kedua, gugus tugas daerah selain perbatasan mengambil bantuan secara mandiri, yaitu dengan mengirimkan perwakilannya ke Jakarta untuk mengambil lalu kemudian mendistribusikannya.
Gugus tugas, lanjutnya, pasti punya data berapa rumah sakit yang sedang menangani pasien terkonfirmasi maupun PDP, baik di zona merah maupun tidak. Selain itu, data yang didapat seharusnya lengkap seperti kondisi terkini, RS yang terlibat, puskesmas yang tersedia, termasuk kebutuhan APD tiap RS dan puskesmas, sehingga dapat langsung dikirimkan kebutuhan terutama ke RS dan laboratorium yang menjadi rujukan utama Covid-19 berdasarkan prioritas. Selanjutnya, Gugus tugas daerah tinggal mendistribusikan ke RS dan puskesmas lainnya.
“Saya mendapatkan keluhan dari tenaga kesehatan di puskesmas di Wakatobi Sulawesi tenggara, mereka baru menerima 1 APD saja. Padahal mereka bertugas juga mendeteksi penumpang kapal yang baru tiba dari zona merah,” ucap politisi dapil Jawa Barat VIII itu.
Namun sampai saat ini, pemerintah belum mengumumkan kebutuhan APD dalam penanganan Covid-19. Adapun ketersediaan dokter, website IDI menyertakan jumlah dokter di Indonesia sebanyak 175.138 orang.
Baca Juga: Baleg DPR Diminta Tunda Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan, Nasdem Dukung
“Berapa sebenarnya kebutuhan APD di Indonesia?” tanya Netty.