DPR Bahas Klaster Perlindungan UMKM RUU Cipta Kerja

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
DPR Bahas Klaster Perlindungan UMKM RUU Cipta Kerja
Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi. (Dok : DPR).

Rapat dihadiri oleh anggota Baleg, perwakilan pemerintah, serta perwakilan DPD RI secara fisik maupun virtual.

Suara.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melanjutkan rapat pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, Kamis (4/6/2020). Rapat dihadiri oleh anggota Baleg, perwakilan pemerintah, serta perwakilan DPD RI secara fisik maupun virtual.

Rapat panja dipimpin langsung Ketua Baleg, Supratman Andi Agtas dan dilaksanakan secara terbuka.  Dalam rapat tersebut dibahas poin-poin krusial dalam Bab V RUU Cipta Kerja, meliputi klaster Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta klaster Perkoperasian.

Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi menjelaskan, pembahasan RUU Cipta Kerja terkait klaster UMKM memberikan manfaat dengan lingkup yang sangat luas dan diharapkan mendorong kemajuan UMKM di Indonesia.

“Di bidang UMKM, kemudahan perizinan ini yang paling utama. Biasanya UMKM itu harus mengurus hingga tiga izin, kita upayakan melalui RUU Cipta Kerja cukup satu izin, tapi mencakup semua, termasuk SNI dan sertifikat halal,” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Baca Juga: Sambut Baik Masjid Dibuka, DPR: Bisa Ibadah dan Berdoa Corona Berakhir

Selain kemudahan perizinan berusaha, dibahas juga pembinaan dan pengembangan UMKM serta insentif fiskal dan pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil. Dalam draft pemerintah disebutkan, perizinan berusaha yang diajukan oleh usaha mikro dan kecil dapat diberikan insentif berupa tidak dikenakan biaya atau diberikan keringanan biaya.

Terkait hal itu, Baleg mengusulkan agar perizinan berusaha seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), sertifikat halal, ijin edar, jaminan sosial bagi usaha mikro dan kecil ditanggung oleh APBN. Selanjutnya, tarif pajak PPh disesuaikan mengikuti kriteria usaha mikro, kecil dan menengah, sementara untuk usaha mikro, PPh dikenakan nol persen.

“Kemudian penyederhanaan administrasi perpajakan dan insentif kewirausahaan sosial. Poin-poinnya untuk angka, silakan disampaikan dulu ke pemerintah untuk disepakati, namun PP-nya tidak bisa keluar dari affimartive action bersama dari poin ini,” kata Wakil Ketua Baleg Rieke Diah Pitaloka kepada perwakilan pemerintah yang hadir dalam rapat.

Khusus menyangkut insentif perpajakan bagi UMKM, Andi juga minta ada pembedaan formulasi insentif fiskal dan pembiayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah, sehingga dapat mendorong daya saing usaha mikro kecil.

“Kami beri kesempatan kepada pemerintah untuk didiskusikan secara internal dulu, karena pemerintah lebih tahu formulasinya. Tetapi intinya, fraksi-fraksi yang ada di parlemen meminta ada perlakuan khusus terhadap pengenaan pajak yang memenuhi kriteria usaha, baik itu mikro nol persen dan pajak usaha kecil bisa dikenakan berjenjang,” imbuh politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Baca Juga: Takut Publik Tak Percaya, DPR Minta Komnas HAM Selidiki Penembakan di Poso


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI