Indonesia Perlu Tunjukkan Kontribusi di Bidang Riset dan Inovasi
Tingkat produktivitas pekerja Indonesia dalam periode 2010-2017 berada pada level rendah.
Suara.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai, tantangan pembangunan bangsa saat ini sangat berat, karena kompetisi industri dan pembangunan telah bergeser dari keunggulan sumber daya alam menuju keunggulan bersaing. Oleh karenanya, bangsa Indonesia perlu kontribusi lebih di bidang riset dan inovasi.
"Bangsa ini sudah melalui masa ‘boom’ komoditas, dimana medan kompetisi industri dan pembangunan telah bergeser dari keunggulan sumber daya alam (comparative advantage), menuju pada keunggulan bersaing (competitive advantage). Nilai tambah dan daya saing produk tersebut sangat dipengaruhi oleh sentuhan teknologi dan inovasi," ujarnya melalui pesan singkat, belum lama ini.
Ironisnya, indikator produktivitas Indonesia cenderung turun. Tingkat produktivitas pekerja Indonesia dalam periode 2010-2017 berada pada level rendah, hanya tumbuh 3,8 persen. Angka tersebut lebih lambat jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Thailand 5,3 persen, Vietnam 5,8 persen, Filipina 4,1 persen, dan Kamboja 4,3 persen.
Bahkan indikator Total Factor Productivity (TFP) Indonesia pada periode yang sama, tumbuh negatif -1,5 persen, berada di bawah capaian Thailand 0,6 persen, Malaysia 0,5 persen, Vietnam 1,8 persen, Filipina 1,4 persen, dan Kamboja 1,3 persen.
Baca Juga: DPR Tagih Perpres Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional
Untuk dapat lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah dan beralih menjadi negara maju, politisi Fraksi PKS ini mendesak pemerintah, agar memaksimalkan pertumbuhan produktivitas melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan inovasi teknologi.
"Efisiensi investasi kita juga masih tergolong rendah. Untuk menghasilkan output tertentu, membutuhkan investasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di negara tetangga. Apa penyebabnya? Ini karena lemahnya faktor inovasi teknologi dan kualitas sumber daya manusia kita," paparnya.
Inefisiensi investasi itu disebabkan karena semakin turunnya kesiapan teknologi, dan kapasitas inovasi Indonesia dalam memanfaatkan investasi yang masuk. Pemanfaatan teknologi secara luas dalam proses produksi, juga memerlukan pembenahan kualitas sumber daya manusia yang mampu mengikuti perkembangan teknologi, sehingga dapat menjadi tenaga kerja yang andal.
"Jangan heran, kalau yang terjadi adalah de-industrialisasi dini yang berkelanjutan. Sektor industri kita terus merosot sebelum mencapai puncaknya. Pemerintah harus serius membenahi ini. Untuk mengurusi kelembagaan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) saja sudah lebih dari 6 bulan belum juga beres. Ini kan aneh," tandas doktor nuklir lulusan salah satu perguruan tinggi di Jepang ini.
Baca Juga: DPR : Perdebatan RUU Haluan Ideologi Pancasila harus Dihentikan