DPR dan Pemerintah Bahas RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
Pemerintah berargumen pada situasi yang tidak menentu.
Suara.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Pemerintah kembali membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, Sabtu (26/9/2020). Wakil Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya, menyampaikan, pembahasan klaster ketenagakerjaan sempat alot, karena Panja RUU Cipta Kerja menanyakan relevansi urgensi dari klaster ketenagakerjaan di dalam RUU Cipta Kerja.
"Kami menanyakan apa problem hukum sehingga perlu dilakukan revisi UU Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Kalau berbicara dalam kemudahan berusaha, kemudahan berinvestasi, di mana letak titik singgung keberadaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan kita," ungkap Willy, di sela-sela rapat Panja RUU Cipta Kerja.
Willy menyampaikan, terkait klaster ketenagakerjaan ini, pemerintah berargumen pada situasi yang tidak menentu, dimana proses digitalisasi yang melahirkan revolusi industri 4.0 telah menyebabkan fleksibilitas di berbagai sektor.
"Dulu angkutan umum ramai bahkan ada bus antar kota, tapi sekarang semua menggunakan travel, sehingga terjadi fleksibilitas yang luar biasa. Begitu juga di sektor ketenagakerjaan, bagaimana kita merespons situasi ini. Di sisi lain kita menghadapi bonus demografi yang menyebabkan banyak angkatan kerja kita yang belum tertampung. Kerangka ini yang sedang kita formulasikan," katanya.
Baca Juga: DPR Nilai, Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Efektif
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi menyampaikan ada tujuh substansi perubahan UU Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Yaitu terkait waktu kerja, Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT), Alih Daya (outsourcing), perubahan dalam Upah Minimum (UM), pesangon PHK serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).