UMKM Diprioritaskan Dalam UU Ciptaker

Kontribusi UMKM yang besar terhadap perekonomian belum diiringi dengan perhatian yang maksimal terhadap pengembangan UMKM.
Suara.com - Sektor Usaha Mikro, Kecil , dan Menengah (UMKM) mendapat perhatian utama dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Heri Gunawan memastikan, strategi penciptaan lapangan kerja melalui UU Ciptaker justru dengan memprioritaskan UMKM sebagai leading sector.
Hal ini dapat dilihat dalam konsideran “Menimbang” UU Ciptaker bahwa pemberian kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan UMKM diletakkan pada susunan terdepan bersama-sama dengan koperasi, baru kemudian disusul dengan peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
Dalam rilisnya, Rabu (14/10/2020), Heri mengungkapkan, proritas UMKM sebagai leading sector mengacu pada data bahwa kontribusinya terhadap PDB mencapai 60,3 persen. Kontribusi UMKM yang besar terhadap perekonomian belum diiringi dengan perhatian yang maksimal terhadap pengembangan UMKM.
"Sejumlah masalah klasik masih menjadi persoalan yang membelit UMKM. Persoalan itu di antaranya mengenai permodalan, perizinan, pemasaran, basis data, dan akses terhadap proyek-proyek Pemerintah,” katanya.
Baca Juga: Gunakan Diksi 'Cacat' untuk Kaum Disabilitas, DPR Banjir Kritikan
UU Ciptaker didesain untuk mengatasi sejumlah persoalan yang membelit UMKM selama ini. Ada bab khusus yang menjabarkan sejumlah kemudahan untuk UMKM. Bab V, misalnya, menjabarkan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan yang diberikan terhadap UMKM dan koperasi. Khusus untuk UMKM normanya membentang dari Pasal 87 hingga Pasal 104.
"Jadi, di dalam Bab V ada 17 pasal sebagai karpet merah untuk UMKM. Selain itu sejumlah kemudahan lainnya juga terdapat pada pasal tentang Jaminan Produk Halal, Perseroan Terbatas, Ketenagakerjaan, dan lain-lain," tulis Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan dalam rilisnya tersebut. Perhatian terhadap UMKM dimulai dengan mengubah Pasal 6 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang mengatur kriteria.
Dalam regulasi lama itu kriteria UMKM hanya memuat kekayaan bersih. Oleh UU Ciptaker diperluas dengan dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, dan jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.
"Perluasan kriteria ini diharapkan makin banyak unit usaha yang bisa dikategorikan sebagai UMKM. Perizinan UMKM juga dipermudah. Bisa dilakukan secara daring maupun luring dengan melampirkan KTP dan Surat Keterangan dari Rukun Tetangga (RT). Pendaftaran secara daring akan diberi nomor induk berusaha melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik. Nomor induk berusaha merupakan perizinan tunggal yang berlaku untuk semua kegiatan usaha,” papar Kapoksi Gerindra di Baleg DPR ini.
Hergun melanjutkan, perizinan tunggal meliputi Perizinan Berusaha, Standar Nasional Indonesia, dan sertifikasi jaminan produk halal. Selain itu, pola kemitraan dengan usaha besar juga ditambah dengan pola rantai pasok. Artinya, UMKM dapat terlibat dalam rantai suplai atau jaringan logistik milik usaha besar.
Baca Juga: Draf Final UU Cipta Kerja Diubah DPR, Pakar: Bisa Dijerat Pidana
"Ketentuan rantai pasok dibahas dengan menambahkan Pasal 32A yang meliputi pengelolaan perpindahan produk dari penyedia bahan baku, pendistribusian produk kepada konsumen dan pengelolaan ketersediaan bahan baku, pasokan bahan baku serta proses pabrikasi," urai Hergun lagi.