UU KUHAP: Kesetaraan di Mata Hukum dan Jamin Perlindungan Disabilitas

Fabiola Febrinastri
UU KUHAP: Kesetaraan di Mata Hukum dan Jamin Perlindungan Disabilitas
Gedung DPR RI. (Dok: DPR)

Habiburokhman membantah isu upaya paksa tanpa dasar dan penjebakan.

Suara.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memimpin konferensi pers di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, hari ini untuk memberikan klarifikasi resmi mengenai berbagai kabar yang beredar seputar pengesahan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) yang baru. Komisi III secara tegas menekankan bahwa KUHAP yang baru justru mengedepankan prinsip kehati-hatian, penghormatan hak asasi manusia, dan kesetaraan di hadapan hukum.

Habiburokhman juga menyampaikan bahwa terdapat kesalahpahaman mendasar mengenai sejumlah pasal yang menjadi sorotan publik.

Isu Penangkapan dan Upaya Paksa

Terkait kekhawatiran Pasal 5 yang disebut-sebut memungkinkan penyelidik melakukan upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana, Komisi III memberikan bantahan keras.

Baca Juga: Benarkah KUHAP Baru Bisa Mengancam? Ini Isi Lengkap Pasal-pasal Soal Penyadapan Hingga Penahanan

"Ini tidak benar. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam pasal 5 dilakukan bukan dalam tahap penyelidikan, namun dalam tahap penyidikan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan jumlah penyidik," ujar Habiburokhman.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa upaya paksa dalam KUHAP yang baru justru diatur lebih ketat daripada KUHAP 1981 yang lama:

1. Izin Hakim: Penggeledahan (Pasal 113), Penyitaan (Pasal 119), dan Pemblokiran (Pasal 140) harus dilakukan dengan izin ketua pengadilan. 

2. Keadaan Mendesak: Meskipun dimungkinkan dalam keadaan mendesak, seperti kondisi geografis atau tertangkap tangan, upaya paksa tersebut tetap harus meminta persetujuan hakim dalam waktu 2x24 jam. Hakim memiliki wewenang untuk menilai dan memberikan persetujuan atau penolakan (Pasal 113 ayat (5)). 

3. Penyadapan: Khusus mengenai Penyadapan (Pasal 136), aturannya akan diatur dalam undang-undang tersendiri secara lebih ketat, dan KUHAP hanya berfungsi sebagai lex generali. 

Baca Juga: Hasil Pertemuan Empat Mata Prabowo - Dasco: Genjot Ekonomi 8 Persen

Pembatasan Metode Investigasi Khusus

Menanggapi kekhawatiran tentang Pasal 16 yang dinilai berpotensi membuka peluang penjebakan (entrapment) karena memasukkan metode undercover buy dan controlled delivery untuk semua tindak pidana, Habiburokhman menjelaskan bahwa ketentuan tersebut telah dibatasi.

"Kami tegaskan, itu tidak benar. Metode penyelidikan memang diperluas, namun hanya untuk investigasi khusus, bukan untuk semua tindak pidana. Dalam penjelasan Pasal 16 RUU KUHAP menyebutkan bahwa ketentuan tersebut merupakan teknik investigasi khusus yang diatur dalam Undang-Undang, antara lain, pada Undang-Undang mengenai narkotika dan psikotropika," katanya.

Restorative Justice dan Batasan Paksaan

Mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice), yang diatur dalam Pasal 74A dan 79, juga menjadi sorotan karena dinilai bisa membuka celah pemerasan di tahap penyelidikan. 

"Mekanisme Keadilan Restoratif dapat diterapkan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan," kata Habiburokhman.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI