Utang Kian Besar, DPR Imbau Belanja Pemerintah Harus Produktif Dorong PDB

Fitri Asta Pramesti
Utang Kian Besar, DPR Imbau Belanja Pemerintah Harus Produktif Dorong PDB
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. (Dok. DPR)

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp 6.074,56 triliun.

Suara.com - Menyoroti soal utang dan defisit negara, anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan defisit APBN akan semakin lebar, sebagai akibat dari ekspansi fiskal untuk menyelamatkan perekonomian di saat pandemi.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp 6.074,56 triliun.

Dengan demikian, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 36,68 persen. Bahkan, pemerintah kembali menargetkan utang baru pada 2021 sebesar Rp1.177,4 triliun.

Sebagian besar utang ini didapat melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp1.207,3 triliun.

Makin lebarnya defisit APBN, menurut Anis, terlihat dengan adanya pelebaran defisit fiskal dari 2,2 persen pada tahun 2019, menjadi 6,3 persen pada tahun 2020.

Baca Juga: Baleg DPR: Ada Mekanisme Jika Revisi UU ITE Masuk Prolegnas Prioritas 2021

“Dan diperkirakan masih akan defisit sebesar 5,7 persen di tahun 2021. Tetap perlu kehati-hatian dalam melaksanakan kebijakan defisit ini,” kata Anis dalam siaran persnya yang diterima Suara.com, Jumat (19/2/2021).

Kendati defisit merupakan langkah normal di saat resesi, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini turut memberikan catatannya terkait sebagian besar defisit APBN yang dibiayai utang. Semakin lebar defisit, semakin besar juga utang.

“Untuk memaksimalkan pertumbuhan, tentu utang harus digunakan. Tetapi yang sering terjadi adalah pemerintah justru gagal membelanjakan uang,” paparnya.

Hal ini tercermin dari besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) selama 5 tahun terakhir mencapai Rp10 hingga Rp30 triliun tiap tahunnya.

Lebih lanjut Anis menjelaskan, pelebaran defisit ini disebabkan oleh tingginya anggaran Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN). Akan tetapi, data terakhir menunjukkan bahwa realisasi anggaran PEN hingga akhir tahun 2020 belum maksimal, hanya sebesar 83 persen.

Baca Juga: Sahroni: Pemerintah Harus Prioritaskan Vaksinasi Covid-19 untuk Narapidana

“Hal ini tentu merugikan, karena utang yang sudah ditarik pemerintah, gagal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional,” tandas legislator dapil DKI Jakarta I itu.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI