Prolegnas 2022, Fraksi PKB Fokus Perjuangkan RUU TPKS dan RUU Kesejahteraan Ibu-Anak
Kekerasan seksual saat ini seperti fenomena gunung es.
Suara.com - Sebanyak 40 Rancangan Undang-Undang (RUU) ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Fraksi PKB DPR RI menyatakan akan fokus memperjuangkan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak.
“Kami menilai RUU TPKS layak untuk segera ditetapkan karena saat ini terjadi darurat kekerasan seksual. Sedangkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak begitu penting karena akan memastikan jaminan kesehatan, ketercukupan gizi, hingga kesejahteraan ibu dan anak di tanah air,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, Rabu (8/12/2021).
Dia menjelaskan, semua 40 RUU Prolegnas Prioritas yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR, Selasa (7/2021) merupakan beleid penting. Di antaranya revisi UU Cipta Kerja, RUU Ibu Kota Negara Baru (IKN), RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Sistem Keolahragaan Nasional, dan RUU Narkotika.
“Fraksi PKB akan aktif mengawal berbagai RUU tersebut agar bisa disahkan, tetapi bagi kami tetap ada target prioritas yang kami perjuangkan sebagai kebijakan fraksi,” ujarnya.
Cucun mengatakan, pilihan memperjuangkan pembahasan serta pengesahan RUU TPKS dan RUU Kesejahteraan Ibu-Anak didasari atas dinamika di lapangan yang saat ini begitu mendesak. Dia mencontohkan tentang RUU TPKS. Saat ini RUU tersebut begitu dibutuhkan mengingat banyaknya korban kekerasan seksual mulai dari anak di bawah umur, para siswa, mahasiswa, hingga ibu rumah tangga.
Baca Juga: Soal Perbaikan UU Cipta Kerja, DPR Bilang Tak Akan Ada Pengurangan Pasal-pasal
“Kasus tewasnya Novi Widyasari, mahasiswa Universitas Brawijaya yang nekat bunuh diri, karena mengalami kekerasan dalam pacaran (Violence of dating) harus menjadi monumen betapa dibutuhkannya perlindungan korban kekerasan seksual di tanah air. RUU TPKS ini tidak sekadar memastikan hukuman bagi pelaku, tetapi juga perlindungan organ negara bagi korban kekerasan seksual agar bisa speak up, sehingga tidak menyakiti diri sendiri,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, kekerasan seksual saat ini seperti fenomena gunung es. Kasus yang muncul ke permukaan tampak tak seberapa, padahal kasus sebenarnya di lapangan begitu banyak. Salah satu pemicu fenomena gunung es ini, karena korban kekerasan seksual tidak berani speak up atas kasus yang menimpa mereka karena malu atau takut atas stigma dari masyarakat.
“Akhirnya mereka memendam masalah itu sendiri sehingga para korban kekerasan seksual mengalami kekerasan berulang yang menekan secara fisik, mental, maupun kondisi spiritual. Situasi ini tidak boleh terus dibiarkan sehingga RUU TPKS yang menjadi payung hukum untuk melindungi korban harus segera disahkan,” katanya.
RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, lanjut Cucun juga tidak kalah penting. Saat ini, angka kematian ibu akibat melahirkan masih tinggi. Selain itu, angka stunting pada anak juga tinggi. Di samping belum ada perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi para ibu yang bekerja baik perusahaan swasta maupun BUMN, sehingga berdampak pada anak-anak mereka.
“Bagi para ibu yang harus bekerja, mereka terkadang sulit memberikan ASI eksklusif, karena cuti melahirkan yang terbatas. Selain itu bagi ibu pekerja juga harus mendapat beban ganda saat harus merawat anak-anak mereka di usia emas (gold period),” ujarnya.
Baca Juga: UU HKPD Diharapkan Tingkatkan Pelayanan Publik Daerah
Tantangan yang dihadapi para ibu tersebut, kata Cucun harus mendapatkan afirmasi dari negara. Salah satunya dengan memberikan cuti yang lebih Panjang bagi para ibu pekerja yang baru saja melahirkan. Dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak diusulkan agar cuti bagi ibu melahirkan bisa sampai 6-7 bulan, sehingga mereka bisa memberikan ASI Esklusif bagi bayi mereka.
“Bayi merupakan aset bangsa. Para generasi emas yang harus mendapatkan perhatian dari ibu di masa pertumbuhan krusial mereka. Kami berharap dengan pengesahan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak ini akan memastikan generasi muda Indonesia bakal lebih berkualitas di masa depan karena terjamin asupan gizi dan kesejahteraan mereka dari usia dini,” pungkasnya.
Untuk diketahui, DPR mengesahkan RUU Prolegnas 2022. Sebanyak 40 RUU masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. RUU tersebut terdiri atas 26 RUU usulan DPR, 12 RUU usulan pemerintah, sedangkan sebanyak 2 RUU usulan DPD. Selain itu, ada sebanyak 6 RUU kumulatif terbuka. Salah satunya RUU perubahan terhadap UU Cipta Kerja yang merupakan perintah putusan Mahkamah Konstitusi.