Dorong Stabilisasi Harga Minyak Goreng, DPR Usulkan Optimalisasi Holding PTPN

Fabiola Febrinastri
Dorong Stabilisasi Harga Minyak Goreng, DPR Usulkan Optimalisasi Holding PTPN
Anggota Komisi XI DPR RI, Sihar Sitorus. (Dok: DPR)

Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak.

Suara.com - Anggota Komisi XI DPR RI, Sihar Sitorus mempertanyakan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), yang hanya menyisakan hasil produksi CPO sebesar 20% saja untuk menciptakan stabilisasi harga minyak goreng di dalam negeri.

Menurutnya, angka 20% berbanding terbalik dengan status keberadaan dari minyak goreng yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak, potongan minyak goreng tentu tidak boleh berkurang," ujar Sihar dalam keterangan tertulis, Rabu (2/2/2022) di Jakarta.

Menurutnya, hal itu tidak akan mampu menjawab permasalahan kenaikan harga eceran tertinggi (Het) minyak goreng yang terus terjadi setiap tahunnya, sekalipun pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi minyak goreng seperti yang dilakukan pada saat ini, sebagai upaya mensiasati lonjakan harga minyak goreng yang sebelumnya melambung tinggi pada akhir 2021 dengan harga Rp20.500 per kilogram, yang disubsidi menjadi Rp11.500 per kilogram.

Baca Juga: Harga Minyak Goreng yang Naik Tinggi Jadi Penyebab Inflasi di Awal 2022

Politisi PDI-Perjuangan itu menyarankan, sebaiknya pemerintah memikirkan, kebijakan lain yang bersifat sistematik dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng, diantaranya melalui upaya Optimalisasi Holding di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). Hal itu diyakini dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng, dengan membeli TBS dari petani serta melepaskan stok CPO untuk pasar domestik.

"Pertama, optimalisasi holding PTPN dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. Bukankah peran BUMN tidak melulu mencari keuntungan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat?" tegas Sihar.

Ia juga menawarkan pilihan kedua, yakni melalui upaya penurunan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi.

"Kedua, bukankah BLU-BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunanan Kelapa Sawit) memiliki pilihan untuk menurunkan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi, sehingga jumlah CPO di pasar lebih banyak dan berdampak pada harga CPO yang lebih kompetitif," ungkapnya.

Terakhir, legislator daerah pemilihan Sumatera Utara (Sumut) II itu juga menawarkan kebijakan penggunaan Dana Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), yang diarahkan kepada pembangunan pabrik minyak goreng hasil perkebunan  masyarakat.

Baca Juga: Gelombang Ketiga Ancam Indonesia, Komisi IX: Target Penurunan Stunting Semakin Berat


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI