Hari Ibu Harus Jadi Momentum Keberdayaan Perempuan dalam Pembangunan Nasional

Fabiola Febrinastri
Hari Ibu Harus Jadi Momentum Keberdayaan Perempuan dalam Pembangunan Nasional
Anggota Komisi X DPR RI, Lestari Moerdijat. (Dok: DPR)

Perempuan Nusantara memiliki sejarah yang melekat dengan peran penting dalam sebuah tatanan budaya.

Suara.com - Menyambut Hari Ibu, sejarah telah mencatat bahwa perempuan memiliki peran krusial di Nusantara. Tidak hanya soal kepemimpinan, namun perempuan memiliki kontribusi yang positif terhadap dinamika pembangunan nasional.

"Peringatan Hari Ibu 2023 harus menjadi momentum untuk menegaskan bahwa perempuan pada dasarnya berdaya, sehingga pelibatan perempuan dalam upaya pembangunan bangsa adalah sebuah keniscayaan," tutur anggota Komisi X DPR RI Lestari Moerdijat sebagai pembicara kunci Seminar Nasional Peringatan Hari Ibu Tahun 2023 di lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Kamis (21/12/2023).

Dalam pernyataan tertulisnya yang diperoleh Parlementaria, Rerie, sapaan akrabnya, menilai perlu ada upaya mengubah pola pikir bangsa agar perempuan memiliki kesempatan dalam membangun peradaban bangsa. Baginya, peringatan Hari Ibu harus menjadi momentum merayakan pencapaian perempuan sekaligus mendefinisikan kembali peran perempuan dalam dinamika pembangunan bangsa.

Perempuan Nusantara dalam catatan Portugis, ungkap Rerie, memiliki keutamaan intelektual dan moral sehingga mampu menjaga kerukunan dan perdamaian, menjadi diplomat antar-kesultanan, mengelola institusi perwakilan, serta mengemban tugas pemerintahan.

Baca Juga: Sejarah Hari Ibu Di Indonesia: Dari Kongres Kowani Hingga Hari Ini

Ratu Kalinyamat, sebutnya, menjadi salah satu tokoh penting pada abad XVI yang mampu memimpin dalam bidang pertahanan, kebudayaan dan pembangunan sehingga Jepara mencapai puncak kejayaan. Kepemimpinan Ratu Jepara yang mengagumkan itu, ujarnya, disimpulkan dalam satu frasa mendalam Rainha de Japara, Senhora poderosa, e rica. 

Ratu Jepara, perempuan sakti dan kaya raya. Sakti merujuk pada pengetahuan mendalam dan kesahajaan yang ditampilkan Ratu Kalinyamat. Sepak terjang Ratu Kalinyamat, ungkapnya, menjadi inspirasi dan bukti bahwa perempuan adalah motor penggerak sekaligus peletak pemikiran tentang cinta Tanah Air yang tampak dengan penolakan pada setiap bentuk kolonialisme.

Politisi Fraksi Partai NasDem itu juga menyampaikan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Ratu Kalinyamat meneguhkan pengakuan bangsa dan negara atas peranan perempuan yang pernah mengalami distorsi narasi dalam sejarah yang mendiskreditkan peran dan kepemimpinan mereka hingga mengalami subordinasi sistemik yang melekat dalam budaya.

Jauh sebelum perempuan mengalami pelemahan dalam struktur sosial-budaya, jelas Rerie, jelasnya, rekam jejak kepemimpinan dan peran perempuan Nusantara telah ada sejak abad VII sampai abad XVII seperti Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga (abad VII), Ken Dedes (XII), Gayatri Rajapatni (XIII), Tribuana Tunggadewi (XIV), Dyah Pitaloka Citraresmi (XIV), dan Nyai Gede Pinatih (XVI).

Ia menyampaikan bahwa perempuan Nusantara memiliki sejarah yang melekat dengan peran penting dalam sebuah tatanan budaya. Mengutip Qismullah Yusuf dalam 21 Wanita Perkasa Yang Ditempa oleh Budaya Aceh (2021), Ririe menyayangkan perempuan pada dasarnya diperkasakan dan dilemahkan oleh budaya.

Baca Juga: Komisi X Apresiasi Pelaksanaan Olahraga Internasional yang Sudah Digelar di Indonesia

Keseluruhan catatan perjuangan perempuan sesudah abad XVI, mengerucut pada pilar pertahanan-keamanan, pengembangan karya intelektual budaya, tatanan sosial kemasyarakatan dan perhatian menyeluruh dalam dinamika pembangunan. Ironisnya, tambah Rerie, dalam perkembangan sejarah, perempuan terperangkap dalam subordinasi budaya, subyek yang lekat dengan urusan domestik maupun privat, dan memiliki ruang terbatas dalam dinamika publik sepanjang abad XVII sampai abad XX.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI