Bicara di KTT Ketua Parlemen Perempuan di Prancis, Puan Maharani Singgung Soal Pemilu RI

Fabiola Febrinastri
Bicara di KTT Ketua Parlemen Perempuan di Prancis, Puan Maharani Singgung Soal Pemilu RI
Ketua DPR, Puan Maharani dalam Women Speakers' Summit 2024, Prancis, Kamis (7/3/2024). (Dok: DPR)

Menurutnya, hak-hak perempuan terhadap kesehatan juga semakin terabaikan.

Suara.com - Saat mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ketua Parlemen perempuan dunia atau Women Speakers' Summit 2024 yang diselenggarakan di Prancis, Ketua DPR RI, Puan Maharani menyinggung pemilu Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen.

Dipimpin Ketua Majelis Nasional Prancis, Madame Yaël Braun-Pivet, Women Speakers' Summit 2024 digelar di Hotel de Lassay, Paris, Kamis (7/3/2024).

Acara ini diikuti oleh 24 ketua parlemen perempuan. Women Speakers' Summit sendiri berada di bawah naungan Inter-Parliamentary Union (IPU) yang merupakan asosiasi parlemen negara-negara di dunia.

Pada agenda diskusi pertama, peserta KTT membahas tentang Pendidikan dalam kesetaraan, Kesehatan dan Perjuangan Melawan Kekerasan terhadap Perempuan. Sesi ini dipimpin oleh Ketua Parlemen Belgia, Eliane Tillieux dan Ketua Parlemen Afrika Selatan, Nosiviwe Mapisa-Nqakula.

Baca Juga: Sisi Lain Puan Maharani Dibongkar Marsha Aruan, Anti Jaim Lakukan Ini di Depan Kamera

Puan pun berkesempatan untuk memberikan tanggapan. Di sesi ini, ia menyoroti tentang berbagai konflik di belahan dunia di mana perempuan menjadi pihak paling terdampak.

“Saat ini, konflik dikawatirkan telah menjadi new normal. Dalam situasi konflik maka perempuan merupakan pihak yang paling terdampak. Perempuan tidak hanya menjadi korban perang tapi juga berada dalam situasi paling rentan,” kata Puan.

“Remaja perempuan mengalami learning-loss akibat rusaknya sekolah-sekolah dan terhentinya kegiatan belajar, seperti di Gaza dan Ukraina. Terbatasnya pendidikan formal juga terjadi diberbagai wilayah yang mengalami konflik internal seperti di Myanmar, dan Sudan,” lanjutnya.

Puan juga menyebut perempuan seringkali menjadi objek perdagangan manusia dan korban kekerasan akibat konflik. Menurutnya, hak-hak perempuan terhadap kesehatan juga semakin terabaikan.

“Untuk mengatasi hal ini, kita sebagai   pemimpin perempuan harus mengambil tindakan konkret. Sebagai ketua parlemen perempuan, kita harus berkontribusi dalam upaya mengakhiri konflik dan menciptakan perdamaian,” ucap Puan.

Baca Juga: Tanduk PDIP Masih Tumpul Soal Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024, Sikap 'Diam' Megawati Jadi Tanda Tanya

Cucu Bung Karno ini mendorong agar anggota parlemen perempuan di seluruh dunia mengembangkan budaya damai dan toleransi. Puan juga menyuarakan pentingnya penolakan terhadap cara-cara kekerasan dalam penyelesaian perbedaan.

“Parlemen harus berkontribusi menjamin terpenuhinya hak perempuan terhadap pendidikan, mendapat akses terhadap kesehatan, dan menolak berbagai kekerasan kepada perempuan,” tegas mantan Menko PMK tersebut.

Kepada forum, Puan menyatakan pentingnya negara memberikan akses penuh terhadap kesehatan dan pendidikan bagi perempuan. Hal itu dinilai menjadi kunci agar negara menjadi lebih sejahtera.

“Berkembang dan majunya suatu negara juga tergantung kemajuan para perempuan. Karenanya saya mengajak para ketua parlemen yang hadir hari ini untuk bekerja bersama mendorong kemajuan perempuan di negara kita masing-masing,” papar Puan.

“Dengan demikian, kita membantu para perempuan mencapai cita-citanya, untuk memiliki kehidupan yang lebih baik,” sambungnya.

Kemudian pada sesi diskusi kedua yang bertemakan ‘Kesetaraan Gender, Paritas dan Pemberdayaan dalam Politik, Teladan Perempuan’, Puan menyinggung soal Pemilu sebagai sarana demokrasi negara. Ketua Parlemen Jerman, Barbel Bas dan Ketua Parlemen Meksiko Marcela Guerra Castillo memimpin sesi ini.

“Tahun 2024 merupakan tahun demokrasi di mana lebih dari 70 negara melaksanakan pemilihan umum (Pemilu). Sekitar 50 % penduduk dunia menggunakan hak pilihnya untuk memilih para pejabat publik,” ungkap Puan.

Menurutnya, pemilu dapat menjadi penentu masa depan demokrasi diberbagai negara. Puan pun meyakini, kepemimpinan perempuan di bidang politik dapat berkontribusi positif bagi kemajuan demokrasi.

“Hal ini karena keterwakilan perempuan yang lebih besar akan menjadikan pengambilan keputusan yang lebih inklusif. Suara berbagai elemen masyarakat akan lebih jelas terdengar. Dan kepentingan masyarakat akan lebih terwakili pada berbagai institusi publik,” jelasnya.

Menurut Puan, keterwakilan perempuan di parlemen dapat memperkuat kualitas demokrasi. Hadirnya anggota perempuan dinilai dapat menjadikan parlemen lebih responsif terhadap berbagai persoalan di masyarakat.

“Kami, di Indonesia, telah memiliki kebijakan affirmative yang mewajibkan minimal 30% kandidat perempuan sebagai calon anggota legislatif dari setiap partai,” terang Puan.

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu kemudian menyinggung soal Indonesia yang baru saja menggelar Pemilu serentak. Puan mengungkap, ada peningkatan calon anggota legislatif (caleg) dalam Pemilu Indonesia kali ini.

“Pada tanggal 14 Februari 2024 lalu, Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum legislatif. Jumlah calon anggota legislatif perempuan secara nasional mencapai 37% dari keseluruhan calon yang berasal dari 18 partai politik,” ujarnya.

“Proporsi ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dari pemilihan umum sebelumnya tahun 2019. Indonesia juga tengah menjalankan roadmap nasional untuk mencapai kesetaraan gender 2020-2024,” imbuh Puan.

Lebih lanjut, Puan menekankan pentingnya peningkatan literasi digital dalam isu pemberdayaan perempuan di bidang politik.

“Kita harus memperkecil kesenjangan penguasaan teknologi digital antara perempuan dan laki-laki. Pemberdayaan perempuan harus dilakukan pada berbagai tingkatan,” sebut peraih dua gelar Doktor Honoris Causa itu.

Puan menjelaskan, DPR RI telah memiliki Kaukus Perempuan Parlemen sebagai forum informal lintas partai. Kaukus perempuan DPR berperan mendorong penguatan visi politik dan meningkatkan kapasitas komunikasi publik anggota parlemen perempuan.

“Sebagai pemimpin perempuan, kita harus memberi contoh, lead by example bagi para perempuan di negara kita dan di seluruh dunia, bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin yang efektif,” urai Puan.

“Kita harus membuktikan bahwa pemimpin perempuan dapat bekerja sebaik pemimpin laki-laki,” tukasnya.

Untuk itu, Puan berharap agar berbagai pembahasan yang positif di Paris ini dapat dibawa setiap Ketua Parlemen perempuan ke negaranya masing-masing.

“Saya juga berharap  agar kita dapat menginspirasi para perempuan di luar ruang pertemuan ini, dan agar kita menjadi role model untuk menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan d bidang politik akan berkontribusi bagi kemajuan demokrasi,” tutup Puan.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI