Penanganan Pengungsi Rohingya, BKSAP Dorong Solusi Regional

Fabiola Febrinastri | RR Ukirsari Manggalani
Penanganan Pengungsi Rohingya, BKSAP Dorong Solusi Regional
Ilustrasi pengungsi (Freepik/storyset)

Disorot tantangan besar yang dihadapi kawasan Asia Tenggara dalam merespons krisis kemanusiaan Rohingya.

Suara.com - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menyelenggarakan Rapat Tindak Lanjut Forum Group Discussion (FGD) tentang penanganan pengungsi Rohingya yang semakin mendesak dan membutuhkan penanganan bersama komunitas internasional. FGD yang diadakan pada Senin (5/5/2025) adalah tindak lanjut penyelesaian masalah pengungsi Rohingya.

FGD langsung dipimpin oleh Ketua BKSAP, Mardani Ali Sera dan dihadiri perwakilan dari Amnesty International Indonesia, SUAKA, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), United Nations High Commissionerfor Refugees (UNHCR), serta Wakil Ketua BKSAP Ravindra Airlangga (F-PGolkar) dan Anggota BKSAP, Melly Goeslaw (F-PGerindra), Ruby Chairana Syiffadia, (F-PGerindra), Andina Thresia Narang (F-PNasdem), Amelia Anggraini (F-PNasdem) dan Eva Monalisa (F-PKB).

Rapat Tindak Lanjut menyoroti tantangan besar yang dihadapi kawasan Asia Tenggara dalam merespons krisis kemanusiaan Rohingya, mulai dari keterbatasan kerangka kerja ASEAN, hingga kebutuhan akan perlindungan menyeluruh terhadap pengungsi di darat maupun yang masih terlantar di laut.

Mardani Ali Sera, menekankan pentingnya BKSAP sebagai focal point Diplomasi DPR RI untuk mendorong diplomasi aktif melalui forum internasional dan kawasan, termasuk ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) untuk penyelesaian krisis Myanmar yang menjadi akar permasalahan masuknya pengungsi Rohingya serta menggalang dukungan dari negara-negara anggota ASEAN lainnya.

“Sekecil apapun langkahnya, kita harus mulai,” katanya, pada Selasa (6/5/2025).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menekankan pentingnya ASEAN memiliki mekanisme perlindungan pengungsi yang terkoordinasi dan memanfaatkan instrumen internasional seperti UNCLOS untuk meningkatkan upaya search and rescue.

"ASEAN memang damai, tapi ketika krisis kemanusiaan muncul, kita tidak punya instrumen yang siap," ujarnya.

Perwakilan BRIN, Faudzan Farhana, menyoroti pentingnya pendekatan kemanusiaan dalam menangani perpindahan paksa, serta mendorong pembentukan forum khusus di ASEAN melalui AIPA untuk membahas isu Rohingya secara lebih konkret.

Sementara itu, Senior Protection Officer UNHCR, Emily Bojovic menggarisbawahi pentingnya kejelasan prosedur tetap (SOP) bagi pemerintah daerah dalam menangani pengungsi, terutama di Aceh yang menjadi pintu masuk utama. Ia juga mengapresiasi langkah-langkah pemerintah daerah seperti Kota Langsa dalam menangani pengungsi sejak 2015.

Angga Reynaldi mewakili Organisasi Masyarakat Sipil, SUAKA menambahkan urgensi pembentukan kerangka hukum nasional yang lebih komprehensif dalam bentuk Undang-Undang tentang Penanganan Pengungsi sebagai sebuah solusi jangka panjang.

“Kebijakan di tingkat daerah penting, tapi kita butuh kerangka hukum nasional agar penanganan tidak terfragmentasi,” ujarnya.

Rapat Tindak Lanjut ini menjadi bagian dari upaya DPR RI dalam mendorong solusi multi-pihak dan menyeluruh terhadap isu pengungsi Rohingya, termasuk kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait di level nasional seperti Kemendagri, Kemenkopolhukam, dan pemerintah daerah Aceh serta lembaga internasional. ***

Baca Juga: Bentuk Komitmen Iran: Tiba dengan 62 Delegasi di Sidang Parlemen Negara OKI Jakarta


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI