Komisi VIII Dorong Revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Akan diatur soal haji yang hanya satu kali, serta larangan naik haji berkali-kali.
Suara.com - Komisi VIII mendorong untuk melakukan revisi UU nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh. Sebab, banyak yang perlu dilakuan untuk memasukkan dan membentuk sistem yang selama ini belum tertampung dalam UU tersebut.
"Kami masih menemukan celah kelemahan dan bolong sana-sini dan akhirnya memudaratkan. Memang diperlukan payung hukum aturan seperti itu. Karena ingin pergi haji dan mendapatkan pelayanan yang baik merupakan hak dari warga negara muslim," Wakil Ketua Komisi VIII DPR Deding Ishak Ibnu Sudja dalam diskusi di DPR, Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Menurutnya, sampai saat ini belum ada payung hukum yang mengatur aturan untuk ibadah haji, mengatur agar tidak terjadi antrian panjang untuk pemberangkatan haji.
Dalam revisi ini, nantinya akan mengatur soal peraturan Haji yang hanya berlaku satu kali, dan larangan untuk melakukan haji berkali-kali.
"Sayangnya, kebanyakan orang belum paham akan hal itu. Mereka berkali-kali naik haji, tapi kenapa pemerintah tetap akomodir itu. Padahal pemerintah wajib memberikan pelayanan untuk masyarakat beragama," ujarnya.
Politisi Golkar ini menambahkan, setiap tahun, jumlah warga untuk melaksanakan haji semakin tinggi. Seharusnya, bisa berbanding lurus dengan kualitas pelayanan yang diberikan penyelenggara ibadah Haji.
Selain itu, menurut dia, selama ini pemerintah dalam mengelola masih mengalami banyak kekurangan. Mulai dari masalah pemondokan hingga pengelolaan dana abadi umat yang dianggap tidak transparan.
Oleh karena itu, Deding mengatakan bahwa perubahan UU Nomor 13 Tahun 2008 harus bisa mengakomodir masalah yang dihadapi masa kini.
"Jadi dari sisi kelembagaannya dan kemudian tata kelolanya (dibenahi). Agar penyelenggaraan ibadah haji ini dapat dipertanggungjawabkan oleh pemerintah," kata Panja RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan Umroh ini.