RUU PIHU Hadirkan Regulasi yang Lebih Komprehensif
"Kita sedang mencari format sebaik-baiknya," kata Ledia.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa mengatakan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh adalah salah satu upaya untuk menghadirkan regulasi yang lebih komprehensif dan profesional dibandingkan dengan yang sudah ada saat ini.
Hal tersebut dikarenakan, menurut Ledia, UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji saat ini dinilai hanya bersifat parsial dan belum ideal untuk menjadi payung hukum pengelolaan ibadah haji.
"UU PKH yang ada saat ini, secara struktur berpikir, tidak komprehensif dan sebatas parsial mengatur ibadah haji. Sehingga, menyebabkan kita harus melakukan reformasi terhadap cara berpikir dan mencari bentuk ideal lebih tajam," kata Ledia.
Selain itu, dengan hadirnya RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh ini diharapkan ibadah haji lebih ditekankan kepada negara untuk mengelola bukan swasta.
"Oleh karenanya, kita sedang mencari format sebaik-baiknya. Tidak dalam konteks siapa mengelola apa, tetapi yang paling baik untuk umat agar tidak membebani jamaah haji dan negara," kata Ledia.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini yang turut hadir dalam acara menegaskan acara FGD RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh adalah bagian dari concern terhadap persoalan keumatan.
"Oleh karena, arahan regulasi Fraksi PKS ke depan berkaitan pada tiga hal, yaitu keumatan, kerakyatan, dan nasionalisme kebangsaan. Nah, RUU PIHU ini bagian dari persoalan keumatan," kata politisi PKS dari daerah pemilihan Banten III.
Acara ini turut mengundang beberapa narasumber seperti Pakar Hukum Universitas Indonesia Dian Simatupang, anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Mohammad Iqbal Romzy, dan mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Anggito Abimanyu yang secara khusus menyampaikan apresiasi kepada Fraksi PKS atas terselenggaranya acara ini.
"Saya apresiasi karena PKS konsisten. Oleh karena semenjak saya di Dirjen Haji sampai sekarang, PKS selalu melakukan kajian ilmiah yang dapat dirumuskan. PKS selama ini saya lihat menjadi terdepan dalam melakukan perubahan untuk Republik Indonesia," kata Anggito.
Hal tersebut dikarenakan, menurut Ledia, UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji saat ini dinilai hanya bersifat parsial dan belum ideal untuk menjadi payung hukum pengelolaan ibadah haji.
"UU PKH yang ada saat ini, secara struktur berpikir, tidak komprehensif dan sebatas parsial mengatur ibadah haji. Sehingga, menyebabkan kita harus melakukan reformasi terhadap cara berpikir dan mencari bentuk ideal lebih tajam," kata Ledia.
Selain itu, dengan hadirnya RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh ini diharapkan ibadah haji lebih ditekankan kepada negara untuk mengelola bukan swasta.
"Oleh karenanya, kita sedang mencari format sebaik-baiknya. Tidak dalam konteks siapa mengelola apa, tetapi yang paling baik untuk umat agar tidak membebani jamaah haji dan negara," kata Ledia.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini yang turut hadir dalam acara menegaskan acara FGD RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh adalah bagian dari concern terhadap persoalan keumatan.
"Oleh karena, arahan regulasi Fraksi PKS ke depan berkaitan pada tiga hal, yaitu keumatan, kerakyatan, dan nasionalisme kebangsaan. Nah, RUU PIHU ini bagian dari persoalan keumatan," kata politisi PKS dari daerah pemilihan Banten III.
Acara ini turut mengundang beberapa narasumber seperti Pakar Hukum Universitas Indonesia Dian Simatupang, anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Mohammad Iqbal Romzy, dan mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Anggito Abimanyu yang secara khusus menyampaikan apresiasi kepada Fraksi PKS atas terselenggaranya acara ini.
"Saya apresiasi karena PKS konsisten. Oleh karena semenjak saya di Dirjen Haji sampai sekarang, PKS selalu melakukan kajian ilmiah yang dapat dirumuskan. PKS selama ini saya lihat menjadi terdepan dalam melakukan perubahan untuk Republik Indonesia," kata Anggito.