DPR: Butuh Sinergi dalam Upaya Merestorasi Lahan Gambut
Ekspansi yang besar-besaran tersebut tidak diimbangi dengan pengelolaan lahan yang benar, katanya.
Suara.com - Pascakebakaran dan kabut asap yang hebat pada pertengahan tahun 2015, pemerintah dibebankan pada upaya merestorasi lahan gambut. Dari 20 juta lahan gambut dan rawa yang ada, 20 persennya telah dinyatakan rusak, akibat dari kegiatan manusia.
Pemerintah, melalui Badan Restorasi Gambut, disebut hanya mampu menargetkan setengah dari total lahan gambut yang rusak, yakni sekitar dua juta hektar saja sampai tahun 2019.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IV DPR Hamdhani berpendapat sudah saatnya pemerintah memperhatikan lebih program restorasi ini. Menurutnya sejak Indonesia berdiri, belum pernah sekali pun negara merawat jutaan lahan gambut dengan serius. Yang ada justru perusakan demi perusakan, yang setidaknya dimulai tahun 1995. Di tahun ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembukaan lahan sejuta hektar gambut di Kalimantan Tengah untuk proyek swasembada pangan.
Proyek ini kemudian beralih pada industri kelapa sawit yang menempatkan Indonesia sebagai penghasil Crued Palm Oil.
Namun yang disayangkan oleh Hamdhani adalah selama ini ekspansi yang besar-besaran tersebut tidak diimbangi dengan pengelolaan lahan yang benar. Maka tidak salah jika kerusakan lahan gambut ini kemudian berakibat bencana, yakni kebakaran dan kabut asap yang terjadi secara rutin.
“Saya sebagai orang Kalimantan Tengah mengalami betul bagaimana dampak kebakaran hutan di Pulang Pisau kemarin. Indonesia ini punya lahan gambut yang luas, kalau tidak terpelihara, siap-siap saja bencana yang lebih besar terjadi,” katanya, Kamis (12/5/2016).
Dia sendiri tidak mempermasalahkan metode apa yang akan digunakan oleh BRG dalam skema kerjanya. Karena menurutnya, banyak referensi dan best practice yang sudah dilakukan oleh negara-negara lain dalam upayanya merestorasi lahan gambut. Kanada adalah contohnya. Negara ini notabene adalah negara dengan lahan gambut terluas di dunia.
“Saya rasa pemerintah ide-idenya sudah bagus, seperti upaya pembasahan kembali, vegetasi lahan, drain blocking, sebagai cara untuk merawat kandungan karbon dalam gambut, dan terutama kontrol terhadap kebakaran hutan melalui pengawasan yang ketat," kata dia.
Oleh karena itu, baginya, BRG yang bertugas mengembalikan kembali fungsi lahan gambut harus bekerja ekstra keras. Selain memang Indonesia tidak punya pengalaman dalam merawat lahan gambut, juga karena selama ini upaya restorasi lahan gambut dilakukan secara parsial.
Untuk itu, menurut politisi Partai Nasdem, perlu dilakukan kerja keroyokan antara pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat sendiri. Tanpa itu, target pemerintah untuk merestorasi lahan gambut 2 juta hektar sampai tahun 2019 akan percuma.
“Sinergitas itu penting. Pemerintah mengambil peran regulasi, kontrol, dan upaya mengembalikan lahan yang rusak. Swasta berkomitmen untuk tetap pada jalur hukum. LSM dan masyarakat bisa berkontribusi pada upaya edukasi dan langkah aksi di kantung-kantung rawan bencana kebakaran hutan,” kata dia.