Wakil Ketua Baleg DPR Menilai FCTC Tidak Butuh Aksesi
Produsen farmasi berada di belakang gerakan antitembakau.
Suara.com - Seruan gerakan antitembakau agar Presiden Jokowi segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control sehingga memudahkan DPR membahas RUU Pertembakauan, harus dipahami secara komprehensif.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo menilai ada stakeholder yang sangat berkepentingan dengan aksesi FCTC di Indonesia. Mengacu buku Nicotine War: Perang Nikotin dan Pedagang Obat (Wanda Hamilton), kata Firman, perdebatan soal rokok maupun produk tembakau bukan sekadar argumentasi teknis medis yang bebas nilai, tentang sehat dan tidak sehat.
“Ini sudah memasuki ranah persaingan bisnis korporasi yang dilakukan oleh para pemain industri farmasi, terutama, para produsen obat penghenti
rokok, seperti permen karet Nicorette, Koyok Nicoderm dan Nicotrol, obat hisap dan semprot Nicotrol maupun Zyban,” kata Firman di gedung Nusantara I, DPR, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).
Firman mengatakan produsen farmasi berada di belakang gerakan antitembakau yang belakangan sibuk mengkampanyekan bahaya-bahaya tembakau. Mereka dengan kucuran dana besar ngotot menekan pemerintah, bahkan merasuk melalui organisasi masa untuk membuat regulasi pengetatan atas tembakau, salah satunya FCTC.
“Ketika pegiat antitembakau sibuk berkampanye, korporasi -korporasi internasional yang diuntungkan dari kegiatan ini, sibuk menghitung peluang, meraup keuntungan dari bisnis nikotin,” tutur Firman.
Firman menegaskan badan legislasi DPR tidak akan gegabah meratifikasi FCTC, akan dilihat semua aspek, kepentingan ekonomi maupun sosial masyarakat kita. Menurutnya, industri rokok kretek masih dianggap penting oleh pemerintah.
Kata Firman, secara nasional, industri hasil tembakau menyerap enam juta tenaga kerja dengan kontribusi sebesar Rp139,5 triliun terhadap penerimaan cukai negara.
Dengan alasan mempertimbangkan kepentingan petani, dan buruh tembakau, Firman menjanjikan DPR akan mengingatkan Pemerintah supaya tidak meratifikasi FCTC. Sebaliknya, DPR akan melindungi petani tembakau melalui RUU Pertembakauan.
"Jadi, saya kira perlu pertimbangan masak-masak, Pemerintah tidak perlu mengaksesi FCTC, mengingat saat ini DPR masih proses harmonisasi RUU Pertembakauan” ujar politisi Golkar.
Firman juga menjelaskan pengaturan kesehatan sebagaimana desakan gerakan anti tembakau tetap menjadi bagian penting dalam regulasi. Namun, di dalam membuat regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan tidak boleh overlapping.