Waspadai Pembentukan Holding BUMN Perbankan
Dia mencurigai adanya agenda tersembunyi dari gembar gembor pemerintah.
Suara.com - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengatakan publik perlu mewaspadai isu pemerintah membentuk holding BUMN Perbankan. Agenda tersembunyi perlu dicermati, mengingat dengan pembentukan holding tersebut dikhawatirkan bisa membuat perbankan nasional terpuruk. Apalagi, pengelolaannya juga masih sarat dengan kepentingan. Holding perbankan tersebut terhadap Bank BTN, BRI, BNI, dan Mandiri.
“Kita perlu mewaspadai isu pembentukan holding BUMN itu,” katanya. Pembentukan holding BUMN perbankan harus jelas, transparan, dan berpihak pada kepentingan bangsa dan negara," katanya, Rabu (14/9/2016).
Menurut politisi Partai Gerindra dibutuhkan kajian komprehensif dan terintegrasi agar tidak mengganggu profesionalitas, efektifitas, dan efisiensi pengelolaan BUMN seperti diamanatkan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Heri mengkhawatirkan keterpurukan BUMN ini dengan rencana pembentukan holding tanpa kajian mendalam. Ia mengutip data Dirjen Kekayaan Negara per Desember 2015 bahwa saat ini aset BUMN sekitar Rp5,752 triliun dengan utang Rp3,767 triliun, dan ekuitasnya hanya Rp1,732 triliun.
“Masalah BUMN secara umum adalah pengelolaan yang masih sarat kepentingan, jauh dari profesionalitas, dan masih kurangnya kreatifitas positif, karena terbentur aturan yang mengatur sebatas Badan Usaha,” kata Heri.
Dia mencurigai adanya agenda tersembunyi dari gembar gembor pemerintah yang ingin membentuk holding di sejumlah BUMN. Dalam pandangan Heri, sebaiknya Kementerian BUMN fokus pada pembenahan aktivitas anak dan cucu perusahaan BUMN yang tidak terkontrol dan di luar core-nya.
Khusus untuk BUMN perbankan, kata Heri, pemerintah wajib memiliki cetak biru yang jelas terhadap penguatan fungsi perbankan nasional untuk memberi stimulus bagi usaha riil masyarakat. BUMN perbankan juga diharapkan jadi pionir reformasi sistem keuangan dan perbankan nasional. Dan holding perbankan ini berpotensi menghilangkan aset, kerugian keuangan, korupsi, dan usaha mengarahkan BUMN untuk kepentingan tertentu.
Tata kelola BUMN, ditegaskan Heri, juga terancam menjadi tidak profesional dan tidak efisien.
“Saya mengharapkan pemerintah lebih fokus pada perbaikan BUMN secara menyeluruh dan tuntas, bukan sebatas pemberian PMN saja. Harus ada perubahan mendasar dan konstitusional. Revisi UU BUMN yang masih banyak mengatur badan usaha dibanding milik negara, wajib didahulukan dan diselesaikan,” kata dia.