DPR Kerap Dikritik, Namun Juga Dirindukan, Begini Kata Sosiolog

Bangun Santoso | Ria Rizki Nirmala Sari
DPR Kerap Dikritik, Namun Juga Dirindukan, Begini Kata Sosiolog
Seminar Nasional bertajuk 'Penguatan Kelembagaan DPR Menuju Lembaga Perwakilan Modern' di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Selasa (4/12/2018). (Suara.com/Ria Rizki)

"Dikritik habis tetapi di saat yang sama selalu dirindukan setiap lima tahun orang berbondong karena partisipasi publik,"

Suara.com - Sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sujito menilai keberadaan DPR sebagai lembaga legislatif negara selalu menjadi sorotan masyarakat. Tak jarang DPR disorot dan dikritik keras yang datang dari berbagai sumber.

Menurut Arie, apabila DPR selalu dihujani kritik tatkala tata kelola kelembagaan parlemen dinilai belum tepat serta ulah politisi yang menjadi anggota parlemen seringkali membuat kontroversi. Akan tetapi di balik itu ada kerinduan dari masyarakat kepada DPR karena dampak pemilu.

"Dikritik habis tetapi di saat yang sama selalu dirindukan setiap lima tahun orang berbondong karena partisipasi publik masyarakat untuk terlibat dalam election juga tinggi. Ini satu catatan yang menurut saya tidak bisa dipungkiri," kata Arie dalam acara Seminar Nasional bertajuk 'Penguatan Kelembagaan DPR Menuju Lembaga Perwakilan Modern' di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Selasa (4/12/2018).

Melihat dari sudut pandang tersebut, Arie menilai masih ada dorongan DPR untuk menjadi lembaga yang makin kredibel ke depannya. Salah satu unsur yang menurutnya bisa menunjang dorongan itu ialah memperbaiki peran partai politik itu sendiri.

Baca Juga: Pesan Jokowi ke Prabowo : Kalau Bicara Itu Pakai Data

Arie menyebut, ada beberapa masalah krusial yang menyebabkan parlemen kemudian belum bisa dinilai kredibel. Yang pertama ialah terjadi ketidakselarasan antara pemilu dan parpol.

"Akibat ketidaksesuaian percepatan dan orientasi pemilu dengan parpol, maka demokrasi mengalami kelambanan bahkan beku sebagai praktik elektoral semata," ujarnya.

Selain itu, terdapat teknokratisasi politik berlebihan dan jebakan demokrasi prosedural sebagai mainstream politik kontemporer. Adanya distorsi pengukuran kinerja DPR yang semata urusan administratif akibat rasa ketidakpercayaan akan berdampak politik menjadi dangkal dan hanya untuk mewakil kehadiran serta pencapaian instrumental.

Perselisihan dan persaingan antar parpol atau antar fraksi pun seringkali diisi dengan debat yang tidak substansial. Padahal seharusnya, antar parpol tersebut seyogyanya mengisi ruang publik dengan debat yang substansi.

Oleh sebab itu, Arie menilai kalau para anggota parlemen itu seharusnya mewarnai ruang publik dengan pertarungan gagasan yang strategis sesuai dengan fungsi DPR itu sendiri.

Baca Juga: Mabes Polri Klaim Keamanan Papua Kondusif Pasca Penembakan di Trans Papua

"Perlu mengurangi penebalan sentimen sempit yang membenarkan segala cara seperti hoax, hate speech, fitnah dan tendensi personal dalam politik," pungkasnya.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI