DPR Tengah Godok RUU Energi Baru dan Terbarukan

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
DPR Tengah Godok RUU Energi Baru dan Terbarukan
Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto (Dok : DPR)

RUU EBT menjadi langkah untuk meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil.

Suara.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan (EBT) tengah digodok di DPR. RUU ini merupakan upaya yang baik untuk mengatasi kekosongan regulasi aturan perundang-undangan saat ini.

Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, mengatakan, RUU EBT menjadi langkah untuk meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil, dan beralih ke energi baru terbarukan, salah satunya geotermal.

“RUU EBT ini dirasa sangat penting, karena terjadi kekosongan legislasi di atasnya,” kata Agus, saat menjadi keynote speaker dalam Focus Group Discussion (FGD) RUU EBT Kerja Sama Badan Keahlian DPR RI dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah, Selasa (26/2/2019).

Hadir dalam FGD ini sejumlah civitas akademika Undip maupun universitas lainnya. Pimpinan DPR Koordinator Industri dan Pembangunan ini menambahkan, Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) Kelistrikan, UU Migas, dan UU Panas Bumi.

Baca Juga: Ketua DPRD Jakarta Sebut Rotasi Pejabat di Pemprov DKI Berbau Politis

RUU EBT ini dinilai dapat melengkapi UU yang telah ada. Untuk itu, kata Agus, berbagai pemangku kepentingan, mulai dari DPR, pemerintah, pengusaha dan pengguna EBT harus mempunyai kemauan politik yang sama.

“Salah satu hal yang akan menjadi perdebatan alot adalah terkait fiskal insentif, karena pasti ada beragam permintaan yang masuk. Saat ini, pasokan listrik dalam negeri sebagian besar masih disuplai oleh sumber energi fosil. Padahal sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), capaian porsi EBT saat ini seharusnya sudah mencapai 16 persen agar bisa mencapai target 23 persen pada 2025,” ujarnya.

Selain ramah lingkungan, lanjut politisi Partai Demokrat itu, energi baru terbarukan juga tersedia di Indonesia dalam jumlah sangat besar. Bahkan Indonesia sudah termasuk ranking  dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, yang memanfaatkan cadangan panas bumi (geotermal).

“Dengan capaian porsi EBT dalam bauran energi, yang saat ini baru mencapai 8 persen, pemanfaatan EBT masih disebut sangat lambat. Rasio elektrifikasi pun ditaksir naik memenuhi target 96 persen pada akhir 2019. Namun regulasi yang ada justru dinilai menghambat perkembangan EBT. Kita harus segera menyelesaikan rancangan akademisnya usai FGD di Undip ini,” katanya.

Sementara itu, Vice President of Renewable Energy PT. PLN, Budi Mulyono, mengusulkan pembentukan Badan Penyangga EBT untuk memastikan pelaksanaan penugasan dapat dijalankan, termasuk kesiapan peraturan pelaksanaan sehingga tidak prematur.

Baca Juga: Seribu Jalan Menuju DPR, Kisah Klenik dan Caleg-caleg Kuburan

“Perlu definisi EBT strategis dan tidak strategis terkait penguasaan. Pembagian kewenangan pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih perizinan," ujarnya.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI