MKD Dibentuk untuk Jaga Kehormatan Anggota DPR

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
MKD Dibentuk untuk Jaga Kehormatan Anggota DPR
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Muhammad Syafi’i. (Dok : DPR).

Anggota DPR dilarang untuk membuatdeal-dealyang berbentuk proyek.

Suara.com - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Muhammad Syafi’i mengatakan, MKD dibentuk dengan tujuan dibentuk untuk menjaga keluhuran martabat dan kehormatan anggota DPR. Peraturan DPR Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik juga mengatur persoalan kelembagaan negara, misalnya anggota DPR tidak boleh mencampuri kegiatan kenegaraan secara langsung dalam arti mengintervensi kebijakan, termasuk dalam penegakan hukum.

Romo, sapaan akrab Syafi’I menambahkan, agar setiap anggota DPR memiliki kehormatan, martabat serta keluhuran, harus memantaskan dirinya sebagai anggota DPR sesuai dengan aturan kode etik.

“Anggota DPR tidak boleh mamasuki dunia malam, karena itu tidak pantas dilakukan oleh anggota DPR,” katanya, saat pertemuan Tim Kunjungan Kerja MKD DPR dalam rangka sosialisasi MKD dengan Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalimantan Selatan, di Aula Bhayangkari Mapolda Kalsel, Selasa (12/3/2019). 

Kemudian tentang kemasyarakatan, lanjut politisi Partai Gerindra ini, anggota DPR dilarang untuk membuat deal-deal yang berbentuk proyek kerja yang menggunakan anggaran, terutama APBN untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Setiap anggota DPR RI juga secara pribadi harus menampilkan dirinya sebagai pejabat negara dan harus berpakaian rapi tidak boleh berpakaian sembarangan.

Baca Juga: Booth DPR Go Expo 2019 Sulawesi Utara Ramai Dikunjungi Pengunjung

“Kita ingin anggota DPR berpenampilan, berdisiplin dan pantas sebagai pejabat negara yang melaksanakan tugas-tugas legislatif,” ujarnya.

Romo juga mengingatkan bahwa setiap anggota dewan harus mendisiplinkan dalam melaksanakan tugas di DPR. Misalnya, jika tidak menghadiri 30 persen Rapat Paripurna atau rapat Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dalam satu masa sidang.

Itu sudah dianggap melanggar kode etik. Terkait kehadiran anggota DPR pada rapat paripurna, menurut Romo, ada persoalan mengenai penjadwalannya.

“Dulu rapat paripurna tetap dilaksanakan pada hari Selasa, sehingga AKD tidak boleh membuat agenda di hari yang sama dan dapat dipastikan pada Selasa, semua anggota DPR standby untuk mengikuti Rapat Paripurna. Tapi saat ini menjadi agak sulit, karena selalu saja rapat paripurna berbenturan dengan rapat AKD di luar gedung DPR, juga berbenturan dengan kegiatan panja atau pansus,” jelasnya.

Imbasnya, masyarakat menilai seolah-olah anggota DPR tidak menghadiri rapat paripurna, padahal pada saat yang sama juga melaksanakan tugas-tugasnya di luar gedung DPR. Apalagi menurutnya, saat ini undangan rapat paripurna cenderung mendadak, bahkan hingga bisa dua kali rapat paripurna dalam satu minggu, sehingga sulit diprediksi, dan kerap berbenturan dengan kegiatan anggota DPR, baik sebagai anggota AKD, Panja, atau Pansus. 

Baca Juga: DPR: Peluang Industri Obat Herbal Sangat Menjanjikan

“Solusinya perlu ditertibkan kembali jadwal rapat paripurna, sehingga sudah bisa dipastikan pada tanggal yang sudah tertib itu, AKD tidak boleh melakukan kegiatan. Walaupun ada yang tidak hadir, padahal tidak sedang melaksanakan tugas yang lain, itu memang kita sesalkan. Tapi kepada mereka, kemudian MKD melakukan teguran agar mereka mendisplinkan dirinya,” tegas legislator dapil Sumatera Utara I itu. 


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI