Penyusunan Produk Hukum Daerah Harus Sesuai Undang-undang

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
Penyusunan Produk Hukum Daerah Harus Sesuai Undang-undang
erancang Undang-Undang Badan Keahlian (BK) DPR RI Akhmad Aulawi saat menerima kunjungan konsultasi DPRD Kabupaten Kutai Kertanegara (Dok : DPR).

Presiden diberi waktu 30 hari untuk melakukan penandatanganan.

Suara.com - Perancang Undang-Undang Badan Keahlian (BK) DPR, Akhmad Aulawi mengatakan, proses penyusunan produk hukum daerah harus sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

“Penyusunan produk hukum daerah harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” kata Akhmad, saat menerima kunjungan konsultasi DPRD Kabupaten Kutai Kertanegara, terkait penyusunan produk hukum daerah terhadap penyesuaian peraturan perundang-undangan, di Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

Akhmad menjelaskan, produk hukum tersebut meliputi dua peraturan, yakni Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Provinsi. Ia menilai, secara normatif penyusunan produk hukum daerah dengan pusat memang berbeda, namun secara tahapan kurang lebih sama, yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.

Dalam perencanaan, penyusunan produk hukum daerah harus berdasarkan Program Legislasi Daerah (Prolegda), sama hal dengan di pusat berdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dalam tahap penyusunan, Peraturan  Perundang-undangan dapat berasal dari eksekutif atau legislatif.

Baca Juga: DPR Minta Penyelenggara Pemilu Saling Terintegrasi

Pembahasannya sendiri terdiri dari dua tingkat yakni, pembahasan tingkat I yang dilakukan oleh eksekutif bersama legislatif dan tingkat II, rancangan peraturan perundang-undangan yang telah disetujui bersama oleh legislatif dan eksekutif, disampaikan oleh pimpinan legislatif kepada pimpinan eksekutif untuk disahkan menjadi Undang-undang.

Kemudian setelah disetujui bersama, RUU dikirmkan ke presiden untuk mendapatkan pengesahan melalui tanda tangan. Presiden diberi waktu 30 hari untuk melakukan penandatanganan. Jika lewat dari itu dan RUU belum ditandatangani, RUU secara otomatis tetap sah menjadi UU. 

Terakhir, penyebarluasan UU dilakukan oleh DPR dan pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, Penyusunan  Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan, hingga Pengundangan Undang-Undang. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui isi peraturan perundang-undangan tersebut dan dapat menjadi acuan kapan suatu peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mengikat.

“Kurang lebih seperti itu. Memang ada kesamaan, misal dalam tahap penyusunan harus ada pembahasan antara pemerintah dengan DPR di tingkat nasional. Kalau di tingkat daerah, antara pemerintah daerah dengan DPRD, namun secara substantif akan berbeda,” tambah Akhmad.

Baca Juga: Sekjen DPR : Pendidikan Merupakan Pilar Peradaban Bangsa


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI