Fadli Zon Buka Asia Regional Meeting on Open Parliament

Fabiola Febrinastri
Fadli Zon Buka Asia Regional Meeting on Open Parliament
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon. (Dok : DPR)

OGP diluncurkan pada 20 September 2011.

Suara.com - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, memberikan pidato sekaligus membuka "Asia Regional Meeting on Open Parliament", di Nusa Dua, Bali, Kamis (4/4/2019). Acara ini diselenggarakan oleh DPR bekerja sama dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD).

Pertemuan regional yang dihadiri oleh delegasi dari delapan negara ini merupakan babak baru dari komitmen Open Government Partnership (OGP). OGP sendiri merupakan inisiatif multilateral yang dicetuskan pada 2011 untuk mempromosikan pemerintahan terbuka (open government), memerangi korupsi, memberdayakan masyarakat, dan memanfaatkan teknologi untuk memperkuat tata kelola pemerintahan.

OGP diluncurkan pada 20 September 2011, di sela-sela pertemuan Majelis Umum PBB oleh kepala negara dan pemerintahan dari delapan negara pendiri, yaitu Brasil, Indonesia, Meksiko, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.

"Ketika OGP diluncurkan, isu keterbukaan parlemen sama sekali belum tersentuh. Keterbukaan parlemen mulai jadi tema penting pada 2013, ketika kelompok kerja tematis baru tentang keterbukaan legislatif diperkenalkan pada KTT OGP di London. Sejak saat itulah parlemen juga dituntut untuk mempromosikan rezim keterbukaan. Beberapa negara, seperti Prancis dan Georgia, bahkan memperkenalkan rencana aksi nasional mereka sendiri," ujar Fadli.

Baca Juga: Ketika Fadli Zon Dicecar Karni Ilyas soal Serangan Fajar

Komitmen tentang keterbukaan parlemen penting untuk diadopsi oleh semua negara. Apalagi, sebagaimana yang umum terjadi di negara-negara demokrasi, kepercayaan publik terhadap lembaga parlemen biasanya lebih rendah dibandingkan dengan institusi publik lainnya.

Sebuah studi baru-baru ini mengungkapkan, di sebagian besar negara demokrasi, hanya kurang dari setengah warga negara yang mempercayai parlemen. Bahkan di Amerika Serikat, misalnya, menurut data 2018 yang dikumpulkan oleh Gallup, kepercayaan pada legislatif hanya mencapai 40 persen saja.

"Di Indonesia, menurut sejumlah survei, tingkat kepercayaan publik juga masih rendah. Survei menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap parlemen sekitar 49 persen. Sesudah DPR melakukan Deklarasi Parlemen Terbuka, pada Desember 2018, kepercayaan publik terhadap parlemen mencapai 60 persen," tambahnya.

DPR kini memang telah secara resmi bergabung dengan gerakan global menuju rezim keterbukaan. "Open Parliament" sendiri menandai babak baru dari praktik berdemokrasi di negeri kita.

Sesudah melalui berbagai fase berdemokrasi, mulai dari demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan kini kembali menjadi demokratis terbuka, Indonesia terus mencari bentuk pelembagaan demokrasi yang cocok untuk membangun kultur berdemokrasi yang lebih kuat dan terkonsolidasi.

Baca Juga: Saksi Sebut Fadli Zon Bahas Rekening Ketika Datangi Rumah Ratna Sarumpaet

"Saya kira, setiap perjalanan demokrasi memang memiliki caranya sendiri. Tak ada satupun ukuran yang cocok untuk semua. Demokrasi harus dibangun di atas kearifan lokal kita masing-masing dan disesuaikan agar sesuai dengan konteks sosial, budaya dan politik nasional kita yang berbeda-beda," kata Fadli Zon lagi.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI