Komisi III Apresiasi Polresta Pontianak Tangani Kasus Audrey
Jika terjadi penganiayaan berat, maka ancaman hukuman maksimal 5 tahun.
Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik mengapresiasi langkah Polresta Pontianak dalam menangani kasus Audrey, dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
UU SPPA menyebut, definisi anak adalah mereka yang sudah lewat 12 tahun, tapi belum 18 tahun. UU SPPA memiliki konsep yang sangat bagus dan tepat, yakni membedakan anak sebagai pelaku tindak pidana, korban dan saksi suatu tindak pidana.
“Selain itu, dalam UU ini juga mengandung prinsip keadilan restoratif, yakni mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan. Ada juga prinsip diversi, yakni pengalihan proses penyelesaian perkara dari proses pidana ke proses di luar peradilan pidana,” jelas Erma, melalui pesan singkatnya kepada Parlementaria, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Terkait kasus Audrey, tindak pidana yang dituduhkan pada pelaku adalah penganiayaan, yakni pasal 351 ayat 1. Jika terjadi penganiayaan berat, maka ancaman hukuman maksimal 5 tahun. Terkait isu yang menyebutkan pelaku merusak kelamin korban, menurutnya harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.
Baca Juga: Ketua DPR Resmikan Perpustakaan KALVERD Unperba di Jawa Tengah
Apabila terbukti tentu hakim akan memberikan pertimbangan lain. Di sisi lain ia mengingatkan, UU SPPA mengatur bahwa vonis terhadap anak yang menjadi pelaku pidana harus dikurangi sepertiga dari jumlah hukuman, karena prinsip keadilan resoratif dan diversi dalam UU SPPA.
“Di sini saya ingin mengimbau agar masing-masing pihak menahan diri. Korban, pelaku dan saksi dalam kasus Audrey adalah anak-anak. Mereka semua harus dibimbing dan dipulihkan. Negara sudah mengatur urusan pidana anak dengan sangat baik. Mari kita dukung Polri, Komisi Perlindungan Anak Daerah, anak dan orang tua agar dapat duduk bersama mencari solusi terbaik bagi semua,” papar Erma.
Terlepas persoalanhukum dalam kasus ini, politisi Fraksi Partai Demokrat ini menilai, pendampingan psikologis terhadap Audrey sebagai korban harus dilakukan dengan maksimal, agar tidak muncul trauma, mengingat korban masih berusia sangat muda. Dengan kata lain, korban harus dibimbing agar bisa tetap tegar melanjutkan hidupnya setelah pulih kondisi fisik dan psikisnya.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari belakangan masyarakat dikejutkan dengan berita pengeroyokan yang menimpa siswi SMP bernama Audrey oleh 12 siswi SMA di Pontianak. Kasus ini menjadi viral dan menjadi trending topic di media sosial, hingga muncul tagar #JusticeForAudrey. Hingga berita ini diturunkan, Polresta Pontianak telah menetapkan tiga tersangka, dengan ancaman hukuman 3,5 tahun penjara.
Baca Juga: Ketua DPR Resmikan Pembangunan Masjid Universitas Perwira Purbalingga