Legislator Dorong Lahirnya Undang-Undang yang Sejahterakan Rakyat
Indonesia sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonominya harus didorong.
Suara.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Abdul Wahid mendorong lahirnya undang-undang (UU) yang mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi negara dan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Hal itulah yang sejatinya menjadi prioritas Baleg ke depan dalam menyusun program legislasi nasional (prolegnas).
“Undang-undang yang lahir harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Karena apa yang jadi prioritas Baleg, itu yang penting harus dilihat dari skala kepentingan Negara, baik kepentingan terhadap ekonomi, maupun kepentingan negara melindungi rakyat Indonesia,” papar Wahid dalam forum legislasi (forleg) kerjasama Kordinatoriat wartawan DPR RI di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Negara ini, lanjut legislator Fraksi PKB itu, tidak akan maju kalau tidak ada pertumbuhan ekonomi, ataupun pertumbuhan ekonomi yang tidak maksimal, karena negara-negara maju identik dengan pertumbuhan ekonominya, kecuali mereka sudah stagnan. Apalagi Indonesia sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonominya harus didorong.
Baleg sendiri, menurutnya, sudah mengusulkan beberapa UU inisiatif dari komisi-komisi di DPR RI. Serta ada juga UU yang lahir dari pemerintah atau UU Komulatif. Contohnya Komisi VII DPR RI saat ini tengah mendorong terbentuknya UU Mineral dan Batubara (Minerba). Pasalnya, hal ini berkaitan dengan pendapatan negara dan lingkungan hidup. Setelah itu UU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT), baru kemudian UU tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Baca Juga: Eks Pimpinan KPK Semprot Tito di DPR: Lain Kali Rapat Jangan Telat!
Khusus untuk UU Migas, Politisi dapil Riau II ini menekankan betapa pentingnya UU tersebut bagi masyarakat Riau, terutama terkait bagi hasil crude palm oils (CPO). Karena selama ini Riau sebagai penghasil Migas terbesar, tapi hari ini lifting-nya turun. Terlebih lagi Chevron sudah tidak lagi melakukan alih teknologi untuk menginjeksi pendapatan lifting yang ditargetkan 200 ribu barel per hari, namun kenyataannya hanya 100 ribu-an barel saja per harinya.
“Kondisi ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Riau yang sangat kecil, sementara produksi CPO selama ini menjdi salah satu penyumbang kerusakan infrastruktur terbesar di Riau. Belum lagi dari sisi kesehatan masyarakatnya,” ucap Anggota Komisi VII DPR RI itu.
Sebagaimana yang diharapkan Gubernur Riau, ia juga mendorong terciptanya UU terkait bagi hasil perkebunan CPO di Riau. Sebagaimana diketahui, hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan akibat pembukaan lahan baru oleh perkebunan sawit untuk CPO. Sementara hasil produksi dan ekspor CPO tersebut tidak pernah mengalir ke daerah (Riau). Riau hanya dapat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), itupun terbilang kecil sekali untuk desa dan perkotaan.