Pemerintah Diminta Tingkatkan Tes PCR untuk Putus Rantai Covid-19

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
Pemerintah Diminta Tingkatkan Tes PCR untuk Putus Rantai Covid-19
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati. (Dok : DPR).

Sementara Malaysia sudah 3.344 tes per 1 juta populasi.

Suara.com - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menegaskan  mata rantai penyebaran pandemi virus Corona (Covid-19) harus segera diputus. Salah satunya dengan memasifkan tes Polymerase Chain Reaction (PCR).

Jika hal itu tidak dilaksanakan, menurutnya akhir dari pandemi ini di Indonesia dipastikan bakal sangat lambat. 

“Sudah waktunya mengambil langkah cepat melakukan tes PCR secara masif. Dengan demikian bisa segera dilakukan Tracing, Clustering dan Containing terhadap pasien dan semua kontak pasien,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melalui rilis yang diterima Parlementaria, Kamis (23/4/2020). 

Saat ini, kemampuan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melakukan tes berbasis PCR masih sangat terbatas. Pada Rabu, 22 April 2020 misalnya, hanya dilakukan pengujian terhadap 1.188 pasien Covid-19. Padahal, Presiden Joko Widodo pada 13 April 2020 lalu meminta Kemenkes melakukan 10.000 pengujian setiap hari.

Baca Juga: Lapas Sorong Rusuh Napi Minta Bebas, DPR Desak Ditjen PAS Diaudit

Menurut Mufida, jika dibandingkan dengan negara lain, jumlah tes masif per hari di Indonesia juga masih sangat rendah. Per 21 April misalnya, berdasarkan data Worldmeter, Indonesia baru sekitar 182-an tes per 1 juta populasi.

Sementara Malaysia sudah 3.344 tes per 1 juta populasi. “Filipina yang kondisinya relatuf sama dengan kita, sudah mampu melakukan 547 tes per 1 juta penduduk. Bahkan Colombia sudah melakukan 1.281 tes per 1 juta penduduk," ungkap Mufida lebih lanjut.

Jika tes masif berbasis PCR ini tidak segera ditingkatkan, Mufida khawatir, akhir dari pandemi Covid-19  di Indonesia ini bakal sangat lamban. Selain tes masif PCR, lanjut Mufida, pemerintah juga harus mempercepat hasil tes Laboratorium. Semakin banyak korban yang meninggal, dimakamkan dengan proses Standard Operating Procedure (SOP) Covid-19, padahal hasil tesnya belum keluar dan belum tentu positif. 

“Hal ini sangat menyayat hati keluarga korban. Belum lagi jika terjadi penolakan pemakaman jenazah. Pemerintah harus bertanggung jawab penuh dalam hal ini," tegas Mufida. Mufida menambahkan, semua kebutuhan alat dan obat untuk proses tes masif dan tes di laboratorium harus disediakan oleh pemerintah pusat, agar semua upaya pemutusan mata rantai penyebaran bisa segera efektif. 

Ditambahkan Mufida, refocusing maupun realokasi anggaran Kemenkes harus memadai nilainya untuk pelaksanaan aksi prioritas ini. Penyediaan alat tes merupakan langkah hulu dalam penanganan pandemi ini. Maka, saat ini juga harus ditingkatkan. “Inilah saatnya negara hadir melindungi rakyatnya dengan melakukan intervensi dalam strategi pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19," tandas Mufida.

Baca Juga: Sepakat Beda Mudik dan Pulang Kampung, DPR Nilai Jokowi Lambat Cegah Corona

Legisator dapil DKI Jakarta I itu juga menilai, efektifitas Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kini diterapkan di sejumlah daerah, akan dapat tercapai jika didukung dengan aksi tes masif berbasis kelurahan. “Dengan demikian bisa langsung terlacak di tengah masyarakat, mana yang ODP dan PDP, selanjutnya dilakukan isolasi supaya tidak menyebar lebih luas," tutupnya. 


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI