Jaga Stabilitas Nilai Tukar, Komisi XI dan BI Sepakati Optimalisasi Bauran
BI juga diharap mampu memperkuat kebijakan makroprudensial yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi di sektor-sektor produktif, khususnya ekonomi kerakyatan.
Suara.com - Komisi XI DPR RI menilai Bank Indonesia telah melakukan berbagai penguatan bauran seluruh instrumen kebijakan untuk tetap memelihara stabilitas nilai tukar rupiah serta menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial.
Kebijakan tersebut terdiri dari berbagai aspek, diantaranya kebijakan penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomu sejalan dengan rendahnya inflasi dan tetap mengutamakan stabilitas nilai tukar.
“Komisi XI dan BI menyepakati optimalisasi bauran kebijakan dan inplementasinya untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta ikut menjaga stabilitas sistem keuangan secara efektif dan efisien,” kata Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto saat memimpin RDP Komisi XI DPR RI dengan Gubernur BI beserta jajaran secara virtual, Senin (28/9/2020). RDPR membahas laporan kinerja BI Semester I tahun 2020.
Dito menjelaskan, pihaknya bersama Pemerintah telah mengambil berbagai langkah kebijakan guna memulihkan perekonomian di tengah melemahnya perekonominan global dan menurunnya aktivitas perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Awalnya Kepulan Asap, Lift di Gedung DPR Dilalap Si Jago Merah
BI juga diharap mampu memperkuat kebijakan makroprudensial yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi di sektor-sektor produktif, khususnya ekonomi kerakyatan. Selain itu, disepakati bahwa bank sentral tersebut akan mengkaji berbagai alternatif kebijakan yang masih menjadi kewenangannya untuk berperan sebagai lender of the last resort dalam mendukung kebijakan fiskal dalam memperkuat pelaksanaan pembangunan nasional.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pelonggaran likuiditas (Quantitative Easing/QE) senilai total Rp 662,1 triliun dalam rangka pemulihan ekonomi nasioanal (PEN). QE dilakukan melalui dua tahap.
Pertama pada periode Januari-April 2020, dilakukan pembelian SBN di pasar sekunder sebesar Rp 166,2 triliun dengan term repo perbankan Rp 160 triliun. Ditambah adanya fix swap Rp 48,8 triliun dan penurunan GWM (Giro Wajib MInimum) rupiah pada Januari-April senilai Rp 53 triliun.
Tahap kedua pada periode Mei-September 2020, jumlah yang digelontorkan sebesar Rp 242 triliun yang diperuntukkan bagi penurunan GWM Rupiah pada Mei 2020 sekitar Rp 102 triliun dan tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tidak memenuhi RIM sebesar Rp 15,8 triliun. Kemudian masih dilakukan term repo berbankan dan FX Swap berjumlah Rp 124,4 trilun.
“Hingga saat ini kami sudah melakukan injeksi likuiditas ke perbankan dalam jumlah besar sejak awal tahun 2020 ini, yang dilakukan melalui pembelian surat berharga (SBN) lewat pasar sekunder, kemudian kami juga melakukan penyediaan likuiditas ke perbankan melalui mekanisme term repurchase agreement atau repo, serta melakukan penurunan giro wajib minimum,” ungkap Perry.
Baca Juga: Sumber Kepulan Asap di Gedung DPR karena Kabel Lift Terbakar