Resmi Jadi Kapolri, Ini Empat PR Listyo Sigit yang harus Dituntaskan

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
Resmi Jadi Kapolri, Ini Empat PR Listyo Sigit yang harus Dituntaskan
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Aboe Bakar Alhabsyi. (Dok : DPR).

Polri memiliki hubungan hangat dengan seluruh komponen bangsa.

Suara.com - Sore ini, (Kamis, 21 Januari), DPR RI akan menggelar Rapat Paripurna dengan agenda menyetujui Komjen Polisi Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri mendatang.

Hal ini dilakukan setelah sebelumnya, pada Rabu (20/1/2021) Komisi III DPR RI dalam fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan, mencapai mufakat jenderal bintang tiga yang masih menjabat Kabareskrim Polri itu sebagai Kapolri.

Atas dipilihnya Komjen Listyo Sigit sebagai Kapolri ini, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Aboe Bakar Alhabsyi melalui keterangan tertulisnya, Kamis (21/1/2021) menyampaikan ucapan selamatnya.

Namun, Habib Aboebakar demikian sapaan akrab Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI mengingatkan bahwa ada empat pekerjaan rumah (PR), yang menunggu Listyo Sigit saat nanti menjadi Kapolri baru. 

Baca Juga: DPR Setujui Tiga Nama Dewas Lembaga Pengelola Investasi

"Pertama, melanjutkan reformasi di kepolisian. Hal ini perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan performa institusi Polri dalam menjalankan tugasnya," katanya.

Secara khusus, menurut Habib Aboebakar, reformasi ini perlu untuk menguatkan independensi Polri. Dan ini (reformasi-red) untuk menjawab persoalan yang disampaikan salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang menyatakan bahwa “Banyak faksi di Polri yang sarat kepentingan dan saling menyandera. Sehingga Pimpinan Polri tidak berani mereformasi Polri menjadi institusi yang dipercaya”.

"Artinya, ada dua hal yang saling terkait, yaitu independensi dan soliditas. Sepanjang institusi bekerja tegak lurus menjalankan tugas secara independent, maka soliditas korps akan bisa terjaga dengan baik. Sebaliknya jika ada yang tengak-tengok, maka masing-masing personel akan bekerja untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga tidak ada lagi soliditas di korps Polri," ujarnya.

PR Kedua, lanjut Habib Aboebakar adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri. Apalagi, kepercayaan publik terhadap Polri menjadi salah satu isu penting yang sepertinya perlu mendapat atensi Kapolri terpilih, mengingat tahun kemarin banyak sekali kejadian yang membuat publik melongo atau terperangah.

Misalkan saja, bagaimana mungkin dokumen surat bebas Covid-19 untuk Djoko Tjandra yang seorang DPO ternyata diterbitkan oleh Pusdokkes Polri. Ada lagi surat jalan yang dikeluarkan oleh Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri untuk Djoko Soegiarto Tjandra.

Baca Juga: Bila Terpilih Aklamasi, Calon Kapolri Segera Disahkan di Paripurna DPR

"Tentunya kejadian-kejadian yang demikian membuat publik merasa pesimis dengan semangat reformasi polri maupun profesionalisme Polri. Dampaknya pasti akan menurunkan public trust, karenanya hal ini perlu diperbaiki oleh Komjen LSP (Listyo Sigit Prabowo)," kata Habib Aboebakar.

PR Ketiga, adalah membuktikan bahwa Polri memiliki hubungan hangat dengan seluruh komponen bangsa. Karena akhir-akhir ini sebagian pihak menilai bahwa saat ini Polri kurang dekat dengan ummat, bahkan sebagian lagi menilai Polri kerap tajam terhadap ummat. 

"Jika kita lihat selama ummat Islam cukup dewasa menghadapi perbedaan keyakinan. Terbukti ummat Islam tidak menyoal latar belakang agama dari Kapolri terpilih. Tentu ini menunjukkan kualitas kedewasaan sikap dalam pluralisme bangsa ini. Artinya, selama ini kelompok-kelompok Islam sebenarnya tidak pernah meributkan faktor keagamanan seseorang, dan mereka sangat menghormati perbedaan keyakinan dalam kerangka bhineka tunggal ika," beber Habib Aboebakar.

Sedang PR keempat, tambah Sekjen DPP PKS ini, Kapolri terpilih perlu menjamin bahwa tugas Polri dilaksanakan secara professional dengan menggunakan pendekatan yang humanis. 

Sebagai catatan bahwa tahun kemarin KontraS menyatakan Polri diduga terlibat dalam 921 kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang Juli 2019 sampai Juni 2020. Dari peristiwa itu, 1.627 orang luka-luka dan 304 orang tewas. Kejadian lain yang menjadi perhatian publik adanya extra judicial killing di KM 54 pada bulan Desember 2020. 

"Situasi ini, membuat kita sebagai anggota Komisi III yang menjadi mitra Polri selama ini, banyak sekali dimintai penjelasan oleh masyakat soal isu-isu demikian, misalkan kenapa penanganan demo kok represif? Kenapa pelanggaran prokes sampai dibuntuti? kenapa pelanggaran prokes sampai membuat 6 nyawa melayang?" ucapnya. 

Bahkan, dirinya sendiri mengaku kalau selama ini mengalami kesulitan untuk memberikan berbagai penjelasan kepada masyarakat. Oleh karenanya untuk selanjutnya, pendekatan yang professional dan humanis oleh Polri perlu lebih dikedepankan, sehingga Polri melindungi dan mengayomi akan semakin dirasakan masyarakat, demikian Habib Aboebakar.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI