Komisi XI DPR: Pembiayaan Investasi Pemerintah Harus Makin Optimal
"Pembiayaan investasi pemerintah harus diprioritaskan untuk kepentingan yang mampu memberikan manfaat berlipat," kata Puteri
Suara.com - Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengimbau pemerintah harus mengoptimalkan peran pembiayaan investasi pada APBN TA 2021, guna menciptakan manfaat dan nilai tambah bagi masyarakat.
Imbauan tersebut mengacu pada realisasi serapan anggaran biaya investasi pada APBN TA 2020 pemerintah masih dibawah target yakni 40,7 persen dari pagu sebesar Rp257,1 triliun sebagaimana dirinci dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020.
Alokasi investasi tersebut diantaranya mencakup Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN, BLU, serta lembaga atau badan lainnya.
“Di tengah kondisi penerimaan negara yang masih tertekan dan pelebaran defisit anggaran yang juga masih terjadi, maka kebijakan pembiayaan investasi pemerintah harus diprioritaskan untuk kepentingan yang mampu memberikan manfaat berlipat," kata Puteri dalam keterangan tertulisnya kepada Suara.com, Jumat (18/2/2021).
Baca Juga: Ke Kapolda Metro Jaya, Legislator PKS Ini Bertanya Soal Oknum 'Polisi Nakal
Pembiayaan investasi dapat diprioritaskan ke untuk peningkatan daya saing sumber daya manusia, ekspor, hingga penguatan akses pembiayaan bagi ultra mikro.
"Untuk itu, ketika alokasi investasi sudah dianggarkan, maka harus dipastikan dapat terserap secara maksimal sesuai peruntukannya,” sambungnya.
Sebagai informasi, pembiayaan investasi pemerintah merupakan penempatan dana dan/atau barang oleh pemerintah dalam jangka panjang, yang diharapkan dapat memberikan hasil dan nilai tambah di masa yang akan datang. Baik dalam bentuk pengembalian nilai pokok, maupun efek berganda terhadap perekonomian dan sosial.
Pada APBN TA 2021, total pembiayaan investasi pemerintah tercatat sebesar Rp184,46 triliun. Khusus pembiayaan investasi melalui instrumen PMN tunai, pemerintah menganggarkan sebesar Rp42,38 triliun.
Tetapi, jumlah ini diperkirakan akan bertambah seiring rencana pemerintah untuk menggunakan alokasi cadangan investasi untuk suntikan PMN kepada Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sebesar Rp15 triliun, dan tambahan PMN bagi PT Hutama Karya sebesar Rp18 triliun.
Baca Juga: Wakil Ketua DPR: Selidiki Keterlibatan Kompol Yuni Dalam Peredaran Narkoba
Pemberian PMN ini, kata Puteri, harus dilandasi dengan kajian yang komprehensif. Penilaian terhadap usulan dan rencana penggunaan PMN pun perlu didasari kriteria yang jelas, terukur, dan kredibel. Termasuk, evaluasi atas kinerja dan rekam jejak dari entitas calon penerima juga wajib diperhatikan.
"Tentu akan lebih baik lagi apabila pemerintah juga dapat mengembangkan suatu peta jalan atas prioritas penggunaan dana PMN dalam jangka panjang. Sehingga, dapat menjadi acuan bagi calon entitas penerima PMN tersebut,” tegas politisi F-PG itu.
Lebih lanjut, Kementerian Keuangan mencatat selama periode 2010-2019, total nilai investasi permanen mencapai Rp2.397,25 triliun, dimana paling besar ditujukan untuk BUMN yang secara total mencapai Rp2.347,04 triliun.
Puteri bilang, nilai investasi tersebut tidak hanya berasal dari PMN, melainkan juga dari akumulasi laba dan revaluasi. Ia pun mendorong agar investasi PMN yang diberikan kepada entitas BUMN dapat terus berkontribusi positif bagi negara dan kesejahteraan masyarakat.
“Sepanjang periode tersebut, BUMN yang menerima PMN telah berkontribusi terhadap setoran pajak sebesar Rp1.518,7 triliun dan setoran dividen mencapai Rp377,8 triliun. Selain itu, kita juga berharap manfaat beserta nilai tambah yang nyata atas leverage PMN tersebut bagi masyarakat, terutama dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi akibat pandemi.
Oleh karena itu, sambung Puteri, aspek monitoring dan evaluasi harus diperhatikan dengan baik untuk memastikan investasi ini sesuai dengan tujuan yang direncanakan.