Lodewijk F Paulus: Pandemi Membawa Peluang untuk Memperbaharui Pola Pembangunan dan Aktivitas Ekonomi

Fabiola Febrinastri | Iman Firmansyah
Lodewijk F Paulus: Pandemi Membawa Peluang untuk Memperbaharui Pola Pembangunan dan Aktivitas Ekonomi
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Lodewijk F Paulus. (Dok: DPR)

Sebagai perwakilan rakyat, parlemen dapat menyuarakan aspirasi agar komitmen internasional mengatasi perubahan iklim mengedepankan keadilan iklim.

Suara.com - General Assembly IPU ke-144 tahun 2022 telah memasuki hari ke-2, dimana salah satu agenda sidang adalah General Debate dengan Tema Getting To Zero : Mobilizing Parliament to Act on Climate Change. Dalam Forum ini Wakil Ketua DPR RI, Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (KORPOLKAM), Lodewijk F Paulus menyampaikan pidato dengan sejumlah poin penting terkait tiga hal penting yang harus difokuskan dalam upaya menyelamatkan bumi.

Mengawali pidatonya, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan tersebut menyampaikan bahwa Pandemi COVID-19 bergulir dari krisis kesehatan menjadi krisis yang berdampak pada berbagai aspek kahidupan. Meskipun demikian pandemi membawa peluang untuk memperbaharui pola pembangunan dan aktivitas ekonomi yang selama ini diterapkan.

Lodewijk juga menyampaikan, terlepas dari berbagai kemunduran, pandemi memberikan kesempatan untuk akselerasi menuju ekonomi hijau dan masa depan yang rendah karbon. Kita harus bersama-sama mewujudkan dunia yang tangguh, aman dan sehat. Salah satunya melalui peningkatan ambisi dan upaya menahan laju pemanasan global.

Lebih lanjut, Wakil Ketua DPR RI - Korpolkam menyampaikan terdapat tiga hal penting yang harus difokuskan dalam upaya menyelamatkan bumi, diantaranya :

Baca Juga: Geram Desak Pemerintah Hentikan Penghapusan Program Jaminan Kesehatan Aceh

Pertama, mencapai ekonomi rendah karbon dan berketahanan iklim. Indonesia saat ini on track untuk memenuhi target Updated NDC termasuk melalui Indonesia Forest dan Land Use net sink tahun 2030, dan menetapkan target Net Zero tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk mencapai target net sink di sektor kehutanan, Indonesia menerapkan pengendalian kebakaran hutan, pengelolaan lahan gambut, moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut.

Kedua, memobilisasi berbagai sumber pembiayaan global untuk upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dalam hal ini disampaikan bahwa transisi menuju energi bersih dan pembiayaan perubahan iklim membutuhkan dukungan pendanaan yang masif.

Indonesia terus memobilisasi pendanaan iklim di luar anggaran nasional dan mempromosikan pembiayaan inovatif untuk mencapai target NDC, diantaranya memanfaatkan sejumlah instrumen :

1. memanfaatkan instrumen keuangan baru, seperti obligasi hijau, sukuk hijau.

2. platform untuk investasi sektor swasta dalam aksi iklim, antara lain memanfaatkan blended finance melalui pembentukan 'SDG Indonesia One' dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup.

Baca Juga: Sri Mulyani Bilang Utang Pemerintah untuk Kesejahteraan Masyarakat

"Indonesia telah menetapkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan yang mewajibkan lembaga keuangan untuk meningkatkan portofolio hijau," tegas Lodewijk.

Melanjutkan pada poin Ketiga, disampaikan bahwa Indonesia terus mendorong terobosan inovasi untuk melindungi dunia dan terutama negara serta masyarakat yang paling rentan terhadap dampak iklim.

Menyikapi sejumlah fokus perbaikan bumi tersebut, Lodewijk memaparkan peran Parlemen yang diantaranya adalah :

1. mengawasi pelaksanaan komitmen iklim. Dalam hal ini Akuntabilitas dan transparansi merupakan komponen inti demokrasi dan tata kelola yang baik. Bahkan di tengah kondisi dunia yang mengalami goncangan pandemi, perubahan iklim, regresi demokrasi, dan populisme.

Lodewijk Menegaskan, parlemen sebagai lembaga akuntabilitas utama harus terus menegakkan peran check and balance. DPR RI terus berupaya untuk membenahi sistem pengawasan. Berdasarkan Undang-Undang, dimana pengawasan atas suatu produk legislasi merupakan suatu hal yang wajib dijalankan, termasuk terhadap peraturan perundang-undangan terkait lingkungan dan iklim. Post legislative scrutiny adalah proses yang wajib dijalankan secara berkala.

2. Membentuk perangkat legislasi yang memayungi kebijakan iklim nasional. DPR RI saat ini tengah mengupayakan pembentukan Undang-Undang yang mengatur mengenai Energi Baru dan Terbarukan serta menjajagi pembaharuan Undang-Undang Keanekaragaman Hayati untuk melindungi keberlanjutan biodiversitas Indonesia. Pembenahan juga dilakukan agar proses perundang-undangan dilakukan dengan due diligence pada penilaian dampak lingkungan.

3. Melibatkan partisipasi publik dalam debat nasional mengenai perubahan iklim. IPU Parliamentary Action Plan on Climate Change secara jelas telah menggarisbawahi partisipasi publik sebagai hal yang krusial dalam mendukung implementasi agenda internasional. Di Indonesia, Undang-Undang Lingkungan Hidup juga mensyaratkan pelibatan publik dalam pengelolaan dan konservasi alam.

"Pelibatan masyarakat melalui forum deliberasi berperan untuk menggalang dukungan serta untuk meningkatkan legitimasi. Di Indonesia peningkatan pelibatan masyarakat terus didorong melalui pemberdayaan," ucapnya.

Lodewijk juga memaparkan bahwa dukungan politis menjadi prasyarat mutlak kelancaran upaya pencapaian komitmen di bawah Paris Agreement. Selain berperan menjembatani kesepakatan internasional dengan aspirasi konstituen, parlemen juga berperan dalam membangun dukungan politis di dalam negeri.

"Political will merupakan fondasi utama. Tetapi, kami melihat ada poin krusial lainnya yang dibutuhkan parlemen,"  terangnya.

Disampaikan juga, parlemen butuh sinergi antar alat kelengkapan. Isu-isu lingkungan harus menjiwai keseluruhan kerja parlemen. Tidak eksklusif hanya di komisi yang menangani lingkungan. Dengan demikian, parlemen akan secara sadar mengacu pada kajian dampak lingkungan dalam proses pembuatan legislasi maupun penganggaran.

“Isu lingkungan dan perubahan iklim harus terus digaungkan di internal parlemen. Untuk menumbuhkan kesadaran, dan juga untuk mengarusutamakan isu ini dalam kerja-kerja anggota legislatif," ungkap Lodewijk.

Menurutnya, Parlemen berperan dalam membuat perubahan. Dari hal terdekat di lingkungan parlemen seperti meminimalisasi jejak karbon hingga memperkuat kemitraan global.

Sebagai perwakilan rakyat, parlemen dapat menyuarakan aspirasi agar komitmen internasional mengatasi perubahan iklim mengedepankan keadilan iklim. Dengan kebijakan aksi adaptasi dan mitigasi akan berpijak pada prinsip inklusif dan setara.

Parlemen membuat Undang-Undang; Pemerintah mengambil kebijakan, tetapi pada akhirnya aktor non-negara yang mengimplementasikannya. Masyarakat, sektor swasta, dan semua pihak yang suaranya membutuhkan keterwakilan kita. Dalam hal ini, parlemen harus menjadi penggerak kerjasama multipihak untuk mencapai komitmen aksi iklim.

Mengakhiri pidatonya, Lodewijk menyerukan “bersama-sama kita membuat perubahan positif bagi planet ini”.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI