Pemerintah Harus Jembatani Lulusan SMK dengan Pelaku Industri
Pengangguran dari lulusan SMK tercatat sebanyak 9,60 persen per Februari 2023.
Suara.com - Ketua DPR RI, Dr. (H.C) Puan Maharani menyoroti fenomena banyaknya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang belum mendapat pekerjaan atau menganggur. Ia pun mendorong Pemerintah untuk menjembatani dengan para pelaku industri, mengingat lulusan sekolah kejuruan sudah siap terjun ke dunia kerja.
“Ironis kalau lulusan SMK adalah lulusan yang paling banyak menganggur. Pemerintah harus meninjau pembekalan lulusan yang diterapkan di sekolah-sekolah kejuruan sehingga mampu bersaing dalam dunia kerja dan menjadi lulusan yang dilirik oleh perusahaan,” ujar Puan dalam keterangan pers, Rabu (24/5/2023).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sebanyak 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Jumlah itu mencapai 5,83 persen dari usia penduduk kerja pada akhir bulan Februari 2023. Lalu, untuk pengangguran terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan adalah lulusan dari SMK.
Pengangguran dari lulusan SMK tercatat sebanyak 9,60 persen per Februari 2023. Selanjutnya lulusan Sekolah Menengah Akhir (SMA), menempati urutan kedua dengan 7,69 persen. Kemudian pengangguran lulusan Diploma I/II/III tercatat sebanyak 5,91 persen, dan lulusan Diploma IV, S1, S2, S3 sebanyak 5,52 persen, serta tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tercatat sebanyak 5,41 persen.
Puan mengingatkan, merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 68 Tahun 2022 Tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi, seharusnya beleid itu menjadi payung hukum kerja sama antara sekolah dengan para pelaku industri.
Perpres ini mengamanatkan perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi dari yang selama ini berorientasi suplai menjadi berorientasi kebutuhan pasar kerja (demand oriented).
“Perbaikan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dan berdaya saing, merupakan program jangka panjang pemerintah yang disebut Indonesia Emas 2045. Kami di DPR akan bergotong royong merealisasikan hal itu dengan pengawasan di lapangan,” jelas Puan.
Dengan adanya payung hukum tersebut, mantan Menko PMK ini mendorong agar Pemerintah menjadi jembatan hubungan antar sekolah dan pelaku industri. Sehingga, kata Puan, para lulusan SMK ini akan mendalami keahlian yang memang diperlukan para pelaku industri.
“Menyiapkan para lulusan yang menjamin mereka mampu mempraktikkan ilmu yang dipelajari adalah tanggung jawab sekolah, namun perlu ada kerjasama dengan pelaku industri untuk membuka peluang. Pemerintah harus berperan sebagai jembatan antar keduanya,” jelas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Di sisi lain, Puan meyakini sekolah-sekolah kejuruan memiliki kurikulum yang mendidik anak didiknya agar memiliki keahlian serta keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja. “Penguatan mental juga perlu diterapkan ditiap satuan pendidikan terlebih sekolah-sekolah kejuruan yang menciptakan lulusan siap kerja. Persaingan dunia kerja memerlukan mental yang kuat agar dapat bersaing,” ungkap Puan.
Dalam menuju Indonesia Emas 2045, DPR berharap Pemerintah juga menyiapkan pembangunan infrastruktur demi menunjang pendidikan vokasi. Puan mengatakan, dengan keterampilan dan keahlian yang menjadi fokus pendidikan, para anak didik bisa mendapatkan fasilitas yang memadai.
“Untuk mengasah keahlian dan keterampilan, anak didik harus memiliki workshop atau laboratorium yang lengkap dan dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang relevan dengan bidang keahlian yang diajarkan,” harap cucu Bung Karno ini.
Lebih jauh, Puan juga menyoroti pungutan biaya bagi peserta didik saat memasuki tahun ajaran baru. Padahal seharusnya Pemerintah menanggung seluruh biaya peserta didik yang akan menjalani pendidikan di sekolah-sekolah negeri.
Puan menegaskan, pendidikan menjadi tanggung jawab negara sesuai konstituso UUD 1945. Selain itu, pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah 18/2022, pasal 80 dan 81 menegaskan, Pemerintah pusat dan pemerintah daerah membiayai pendidikan dengan alokasi anggaran 20 persen dari APBN atau APBD. “Keresahan para orang tua saat memasuki tahun ajaran baru adalah adanya pungutan kepada calok peserta didik. Kami di DPR selalu melakukan pengawasan Program Sekolah Gratis, jangan sampai ada sekolah memungut biaya untuk keperluan lain-lain,” tegas Puan.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR itu mengungkapkan, sekolah merupakan bekal untuk masa depan anak Indonesia. Puan menyebut, generasi unggul adalah generasi emas yang siap secara karakter, moral dan ilmu pengetahuan. “DPR akan memastikan setiap anak di Indonesia mendapatkan haknya untuk pendidikan sekolah formil dengan mengawal realisasi sekolah gratis untuk masyarakat di berbagai penjuru daerah,” pungkas Puan.