Puan Maharani: DPR Dukung Eksistensi RI di COP28 dalam Upaya Perangi Krisis Iklim
Memerangi krisis iklim adalah poin krusial untuk melindungi ekosistem.
Suara.com - Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani mendukung eksistensi Indonesia tentang upaya memerangi krisis perubahan iklim dalam Conference of the Parties (COP) 28 UNFCCC di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Sebagai 3 (tiga) negara yang menjadi paru-paru dunia, Indonesia disebut harus menjadi leader dalam upaya memerangi pemanasan global.
Puan mengatakan, memerangi krisis iklim adalah poin krusial untuk melindungi ekosistem, menjaga keseimbangan ekologi, dan mencegah dampak serius terhadap kehidupan manusia.
"Karena itu, DPR akan terus mendukung upaya memerangi krisis perubahan iklim yang menjadi agenda dalam pembahasan COP ke 28," ujar Puan dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Seperti diketahui, COP28 merupakan sebutan lain dari Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2023 atau Konferensi Para Pihak UNFCCC (United Nations Framework on Climate Change Conference). UNFCC adalah Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim.
Baca Juga: Puan Maharani Disoraki Massa saat Pidato Aksi Bela Palestina di Monas: Matiin Mic-nya!
Event COP28 tahun ini digelar di Dubai Expo, Uni Emirat Arab sejak 30 November 2023 hingga 12 Desember mendatang. Pemerintah mengirimkan sejumlah perwakilannya dalam forum tersebut.
COP28 di Dubai merupakan pertemuan tahunan PBB ke-28 yang mendiskusikan langkah-langkah dalam membatasi perubahan iklim di masa depan dan diharapkan akan membantu menjaga tujuan untuk membatasi kenaikan suhu dunia pada batas yang telah disetujui.
Ada empat hal yang dibahas dalam COP28, yakni isu transisi energi, kompensasi dan denda, kesenjangan pendanaan iklim serta metana dan sistem pangan. Tujuan event ini untuk menghentikan pemanasan global dan mitigasi serta adaptasi terhadap dampak negatif pemanasan global agar tidak terjadi bencana yang lebih besar.
Terkait transisi energi, Puan terus menyuarakan pentingnya dunia beradaptasi dengan menggunakan energi terbarukan. Ia mendorong komitmen seluruh negara untuk menghadapi tantangan tersebut karena merupakan gerbang menuju masa depan ramah lingkungan.
"Selain transisi energi, penting juga dalam mengurangi deforestasi. Indonesia sendiri menjadi negara yang berkontribusi untuk menekan 60 persen produksi emisi di Indonesia dengan mencegah kebakaran hutan pada masa pandemi Covid-19," ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Di sisi lain, Puan juga menekankan perlunya negara-negara dunia memiliki sistem ketahanan pangan. Puan mengatakan hal ini demi menjaga pasokan makanan untuk rakyat di tengah perubahan iklim yang hampir melanda seluruh belahan dunia.
"Untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan, kita perlu langkah strategi dengan mendorong sistem pangan global yang berkelanjutan, inklusif dan tangguh," tutur Mantan Menko PMK ini.
"Lalu diperlukan kerangka global yang mencakup stabilitas harga pangan, perdagangan produk pangan, cadangan produk pangan strategis, serta dampak perubahan iklim terhadap produksi," sambung Puan.
Mengenai kesenjangan pendanaan iklim, Puan diketahui menjadi salah satu tokoh yang selalu menyuarakan isu ini di forum internasional. Ia terus mengingatkan agar negara maju membantu negara berkembang dan negara terbelakang dalam hal pendanaan sebagai komitmen dalam memerangi perubahan iklim.
"DPR dalam setiap kesempatan selalu mendorong memobilisasi investasi dan pembiayaan SDGs ke negara berkembang yang harus menjadi prioritas. Ini termasuk mewujudkan komitmen pembiayaan iklim dari negara maju, untuk mendukung negara berkembang dan LDC (least developed countries/negara terbelakang),” jelasnya.
Lebih lanjut, Puan mendorong sinergitas antara Pemerintah, pihak swasta, dan organisasi/lembaga masyarakat dalam memerangi perubahan iklim. Dengan begitu, target Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan bisa terlaksana sesuai target.
Di Indonesia sendiri, berbagai stakeholder terus mengupayakan program-program transisi energi melalui penggunaan energi baru terbarukan (EBT), termasuk DPR melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Diantaranya seperti pengembangan infrastruktur kendaraan listrik, dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di 94 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Total kapasitas PLTS Atap yang akan dipasang mencapai 10,94 megawatt peak (MWp).
"Kolaborasi merupakan langkah tepat untuk mendukung pengembangan ekosistem transisi energi bersih. Dengan sinergi semua pihak, termasuk Pemerintah yang didukung DPR bersama BUMN, pihak swasta, dan organisasi, diharapkan dapat meningkatkan penggunaan energi terbarukan di Indonesia,” ucap Cucu Proklamator RI ini.
COP28 yang digelar di Dubai tak hanya memungkinkan adanya kerja sama bilateral pemerintahan. Sebab agenda ini turut dihadiri pemimpin dari berbagai negara, perusahaan, organisasi dan komunitas yang akan saling bertukar aspirasi dan peran dalam mengatasi perubahan iklim. Puan berharap semua pihak yang mewakili Indonesia dapat berperan aktif sehingga eksistensi Indonesia pada isu perubahan iklim semakin diakui dunia.
“Baik dari Kementerian, BUMN, swasta, maupun organisasi yang mewakili Indonesia pada COP28 di Dubai harus meningkatkan kesadaran kalangan global akan kontribusi Indonesia untuk memerangi krisis iklim,” harapnya.
Isu mengenai perubahan iklim juga menjadi bahasan dalam MIKTA Speaker's Consultation ke-9 yang digelar di Jakarta pada 20 November 2023. Bertindak sebagai tuan rumah, DPR yang dipimpin langsung oleh Puan mengajak seluruh parlemen anggota MIKTA bergerak secara nyata mengatasi perubahan iklim.
MIKTA sendiri merupakan grup negara-negara kekuatan menengah (middle power) yang terdiri dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia. Sementara MIKTA Speaker's Consultation adalah forum konsultatif ketua parlemen anggota MIKTA.
Pada forum konsultasi 5 parlemen negara middle power itu, Puan menyampaikan perlunya sense of urgency dalam mengatasi krisis iklim. Ia menegaskan hal tersebut penting mengingat ancaman perubahan iklim semakin nyata.
“Jika kita tidak bertindak sekarang, maka generasi mendatang yang akan merasakan dampaknya. Maka diperlukan komitmen semua negara untuk menyelesaikan dampak dari perubahan iklim. Sekarang, saat ini juga,” pungkas Puan.