Komisi II: Penentuan Otoritas Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ Seharusnya Ditetapkan Presiden Mendatang

Fabiola Febrinastri
Komisi II: Penentuan Otoritas Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ Seharusnya Ditetapkan Presiden Mendatang
Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera. (Dok: DPR)

Baleg tengah mengagendakan rapat kerja dengan Mendagri dalam dua hari ke depan.

Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera menekankan bahwa penentuan kepala otoritas Kawasan Aglomerasi yang diatur dalam RUU Daerah Keistimewaan Jakarta (RUU DKJ) harusnya ditetapkan oleh Presiden yang terpilih periode 2024-2029 mendatang. Menurutnya, tidak etis jika presiden terpilih nantinya hanya menjalankan UU yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya.

Ia mencontohkan, saat ini Presiden Jokowi menunjuk Wapres Ma’ruf Amin sebagai otoritas yang berwenang mengelola otonomi Papua, termasuk mengelola perekonomian syariah. Ini membuat Presiden Jokowi memiliki otoritas untuk menunjuk siapa yang akan mendapat tugas khusus tersebut.

“Tapi yang aneh di sini, sebelum dia (presiden nantinya) dilantik, tapi (RUU DKJ) ini dibuat presiden sekarang. Presiden nanti kewenangannya dipotong, harus ikuti undang-undang karena presiden menjalankan undang-undang,” jelas Mardani dalam salah satu siaran televisi yang dikutip Parlementaria, di Jakarta, Selasa (12/3/2024).

Karena itu menurutnya, presiden terpilih nantinya tidak bisa menolak untuk tidak menetapkan Wakil Presiden sebagai otoritas yang mengelola aglomerasi DKJ, kecuali harus mengajukan revisi UU tersebut sehingga sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Presiden kepada otoritas yang ditunjuk.

Baca Juga: Komisi II: Pembahasan RUU DKJ Tak Ada Kaitan dengan Pilpres 2024

“Walaupun saya bincang dengan tim Kemendagri, saya tanya kenapa tidak ke Menteri (untuk mengelola aglomerasi) harus ke Wapres? (Mereka bilang) kalau diserahkan kepada Menteri, kompleks (urusannya), ada (keterlibatan) Kementerian Keuangan, Pertanahan, dan sebagainya. Kalau (diserahkan ke) Wapres maka seluruh sekat-sekat kementerian bisa melebur,” ujar anggota Baleg DPR RI tersebut.

Meskipun demikian, Politisi Fraksi PKS ini menduga bahwa dengan diserahkan otoritas Aglomerasi kepada Wapres, akan ada kepentingan bisnis yang coba dilindungi. Hal itu, menurutnya, merujuk kepada salah satu tokoh bisnis di Hongkong yang memiliki bisnis properti yang terhubung dengan jejaring transportasi, seperti LRT dan MRT, dalam sistem Transit Oriented Development (TOD).

“Wah, itu duit yang paling banyak. Jadi bisa jadi ada kepentingan bisnis masa depan yang besar sekali ini. Karena itu wajib kita kawal bersama tetapi saya tetap husnuzon karena ini dibuat oleh teman Kemendagri,” ujarnya.

“Jadi bisa jadi ada kepentingan bisnis masa depan yang besar sekali ini. Karena itu wajib kita kawal bersama,” tambahnya.

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan, pihaknya telah menerima surat berisi penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas RUU DKJ. Baleg tengah mengagendakan rapat kerja dengan Mendagri dalam dua hari ke depan untuk menindaklanjutinya.

Baca Juga: Gibran Bakal Tangani Aglomerasi DKJ, Bila Jadi Wapres; Begini Prediksi Pengamat Perkotaan

Rapat dimaksud akan memprioritaskan pembahasan soal Pasal 10 RUU DKJ yang mengatur soal penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden.

“Poin krusial itu, kan, hanya Pasal 10,” ungkap Supratman beberapa waktu lalu.

Ia mengakui, saat RUU DKJ disepakati untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR semua fraksi parpol telah setuju dengan ketentuan yang dimuat di Pasal 10. Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ menyebutkan, gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI