Kerukunan Beragama Jadi Kunci Pilkada Aman dan Damai

Fabiola Febrinastri
Kerukunan Beragama Jadi Kunci Pilkada Aman dan Damai
Rapat Koordinasi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), di Jakarta, Rabu (18/4/2018). (Sumber: Istimewa)

Pada 27 Juni 2018, Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada serentak.

Suara.com - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menegaskan kerukunan antar umat beragama menjadi salah satu kunci terciptanya Pilkada, Pileg, dan Pilpres yang aman dan damai. Seluruh alim ulama, tokoh masyarakat, dan tokoh lintas agama diharapkan mampu memberi pencerahan kepada masyarakat untuk terus saling menghargai dan menghormati antar pemeluk agama di Indonesia.

"Kita berharap, para alim ulama dan semua tokoh agama bisa turut aktif menjaga ketentraman masyarakat menjelang Pilkada serentak dan Pemilu 2019. Kita tentu tidak ingin masyarakat terbelah akibat isu SARA dalam Pilkada dan Pemilu mendatang," tegas Bamsoet, dalam Rapat Koordinasi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), di Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Hadir dalam acara ini, antara lain Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, Menkopolhukam, Wiranto, Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin, Ketua DPD, Oesman Sapta, dan para tokoh lintas agama.

Bamsoet menuturkan, pada 27 Juni 2018, Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada serentak. Sebanyak 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten akan ikut serta. Pada 2019 pun Indonesia juga akan melaksanakan Pileg dan Pilres.

"Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 bertujuan untuk memperkuat demokrasi negara. Penguatan demokrasi mengandung arti bagaimana agar proses Pemilu dan Pilkada tidak sekadar hadir, dirayakan, dan terselenggara secara prosedural, lancar dan aman, tapi juga dapat dirasakan hasilnya secara substantif oleh rakyat," kata Bamsoet.

Namun ia mengingatkan, harapan terhadap pelaksanaan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang demokratis menghadapi tantangan berat, karena Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Sebagai bangsa yang majemukdan plural, Indonesia memiliki potensi konflik yang sangat tinggi.

"Potensi konflik sosial yang terjadi berasal dari isu SARA. Isu SARA tersebut, faktor agama merupakan faktor yang lebih dominan menjadi potensi konflik, bila dibandingkan dengan faktor kesukuan atau hal lainnya. Potensi konflik juga diperuncing dengan keberadaan masyarakat yang dengan mudah diprovokasi berita hoax dan hate speech," tutur Bamsoet.

Politisi Partai Golkar ini menegaskan, perlu ada kesadaran dari setiap pihak untuk mampu meredam dan tidak membiarkan konflik sosial mengarah pada disintegrasi bangsa. Negara membutuhkan dukungan dari berbagai pihak guna meningkatkan semangat persatuan dan kebangsaan.

"FKUB harus terus memupuk rasa persaudaraan dan semangat kebangsaan di masyarakat. Substansi rasa kebangsaan adalah kesadaran untuk bersatu sebagai suatu bangsa, karena kesamaan sejarah dan kepentingan masa depan bersama," kata Bamsoet.

Ia menambahkan, rasa kebangsaan merupakan perekat yang mempersatukan sekaligus memberi dasar kepada seluruh masyarakat untuk memahami jati diri bangsa. Rasa kebangsaan ini harus semakin nyata tercermin dalam pelaksanaan Pilkada dan Pemilu yang damai.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI