Elite Politik Jangan Didik Masyarakat dengan Ujaran Kebencian

Fabiola Febrinastri
Elite Politik Jangan Didik Masyarakat dengan Ujaran Kebencian
Rembuk Nasional "Mewujudkan Pemilu 2019 yang Aman dan Bermartabat, yang diselenggarakan Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian (ISPPI), di Jakarta, Selasa (8/5/18). (Sumber: Istimewa)

"Mari kita kedepankan sikap kenegarawanan."

Suara.com - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengingatkan, Pemilu 2019 akan berlangsung di tengah perkembangan masyarakat yang sangat dinamis karena kemajuan teknologi informasi. Masifnya informasi di media sosial yang terkadang tak bisa dikontrol, bisa turut mempengaruhi cara pandang dan sikap masyarakat.

"Para elite politik jangan mendidik masyarakat melalui berita hoax dan ujaran kebencian. Mari kita kedepankan sikap kenegarawanan untuk bersaing secara sehat dan menunjukan sikap siap menang, siap kalah," ujar Bamsoet, dalam Rembuk Nasional "Mewujudkan Pemilu 2019 yang Aman dan Bermartabat, yang diselenggarakan Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian (ISPPI), di Jakarta, Selasa (8/5/18).

Hadir sebagai pembicara antara lain, Irjen Pol Gatot Edy Pramono (Mabes Polri), Romo Benny Susetyo (tokoh agama), Jimly Asshiddiqie (pakar hukum tata negara), Hasyim Ashari (KPU Pusat), Bahtiar (Kementerian Dalam Negeri), Helmi Faishal (PBNU), Abdul Mu'ti (PP Muhammadiyah), dan Arifin Asyad (praktisi media).

Bamsoet menuturkan, Pemilu 2019 akan menjadi kali pertama kampanye ditentukan kekuatan media sosial. Siapa yang menguasai media sosial, dialah yang bisa mengendalikan arus opini publik sehingga bisa memenangkan pemilu.

"Media sosial menjadi kekuatan utama pada Pemilu 2019. Sayangnya, perilaku masyarakat di media sosial sama sekali jauh berbeda dengan budaya masyarakat yang selama ini kita kenal, yaitu budaya santun, saling hormat menghormati, gotong royong dan guyub. Saya sangat sedih, sikap dan perilaku masyarakat seolah kebablasan dan tidak mengindahkan etika yang baik di media sosial," ungkap Bamsoet.

Ia menambahkan, tak habis pikir berita hoax maupun ujaran kebencian yang berbau fitnah bisa bercampur aduk sehingga membentuk opini. Parahnya, berita hoax tersebut diterima sebagai suatu kebenaran lalu disebarluaskan, tanpa klarifikasi. Tak jarang, elite politik maupun orang yang dianggap sebagai tokoh masyarakat menjadi bagian di dalamnya.

"Hiruk pikuk media sosial kerap dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencapai tujuan politiknya, dengan mengembangkan politik identitas yang berbasis SARA, sehingga menimbulkan konflik di masyarakat. Ini tak boleh kita biarkan. Saya dukung penuh aparat kepolisian melakukan tindakan tegas. Jika tidak ditertibkan dari sekarang, ini akan menjadi fenomena bola salju yang semakin membesar dan liar. Persatuan dan kesatuan bangsa menjadi taruhannya," terang Bamsoet.

Politisi Partai Golkar ini memandang perlu adanya peningkatan edukasi politik dan sosialisasi kepada masyarakat, sehinggga berbagai hal teknis maupun sengitnya persaingan politik tidak menambah kerumitan penyelenggaraan pemilu dan menaikan tensi politik.

"Lancarnya urusan teknis bisa ikut mempengaruhi lancarnya tensi politik. Begitupun sebaliknya, berbagai kendala teknis bisa jadi akan menaikan tensi politik. Karena itu, DPRselalu mensuport KPU sebagai penyelenggara pemilu, agar bisa melakukan managemen yang lebih canggih dan andal, sehingga semua proses dan tahapan Pemilu berlangsung demokratis dan kredibel," pungkas Bamsoet.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI