Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Diharap Dukung Pemerataan Mutu
Tak ada lagi sekolah favorit dan non favorit.
Suara.com - Wakil Ketua Komisi X DPR, Sutan Adil Hendra, menilai, sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan mampu menghilangkan dikotomi antara sekolah favorit dan non favorit. Hal ini dinilai dapat mendorong pemerataan mutu sekolah antar daerah, karena sebaran siswa yang berkualitas tidak hanya bertumpu pada sekolah yang dianggap favorit.
Ia mengatakan, sesuai dengan regulasi yang baru, yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB, kriteria PPDB adalah zonasi, bukan lagi nilai Ujian Nasional (Unas). Pola ini, menurutnya memiliki kelebihan dalam menyeimbangkan sebaran siswa yang berkualitas di semua sekolah, namun juga butuh persiapan dari sekolah untuk menerapkan standar yang sama dengan sekolah unggulan.
“Yang menjadi kriteria pertama dalam penerimaan siswa baru adalah jarak. Pertimbangan kedua sekolah bisa menggunakan usia siswa. Dengan adanya sistem zonasi tersebut, anak didik yang berada di sekitar sekolah menjadi prioritas atau diutamakan dalam penerimaan siswa baru. Nilai Unas menjadi pertimbangan terakhir,” kata Sutan, dalam rilis yang diterima Parlementaria, Jakarta, Rabu (20/6/2018).
Politisi Partai Gerindra itu menambahkan, dalam Pasal 14 Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 diuraikan urutan seleksi masuk SMA, yakni berdasarkan jarak tempat tinggal dengan sekolah sesuai dengan ketentuan zonasi, kemudian Surat Hasil Ujian Nasional (SHUN) SMP atau bentuk lain yang sederajat, dan prestasi di bidang akademik maupun non akademik yang diakui sekolah.
Ketentuan seleksi PPDB berbasis zonasi juga berlaku untuk siswa baru di jenjang SMP maupun SD. Khusus untuk SD, pertimbangan pertama adalah usia peserta didik, baru setelah itu zonasi atau jarak rumah ke sekolah. Seleksi siswa baru jenjang SD juga tidak boleh menggunakan ujian baca, tulis, berhitung (calistung).
“Kalaupun secara umum nilai Unas SMP tahun ini mengalami penurunan, secara garis besar tidak ada pengaruhnya pada PPDB untuk masuk jenjang SMA. Hal ini sejalan dengan rencana kerja panitia kerja (panja) DPR yang menerapkan standar nasional pendidikan yang sama di penjuru Tanah Air,” imbuh Sutan.
Namun kenyataan di lapangan, masih banyak orangtua yang belum paham mengenai sistem PPDB, khususnya di daerah pemilihannya di Jambi. Sebab ia mendapatkan kiriman tabel SMA negeri se-Jambi lengkap dengan zonasinya. Di satu sisi, ia juga menerima kiriman pesan berisi passing grade nilai Unas untuk masuk ke SMA negeri di Jambi.
“Masih banyak orangtua yang belum paham sistem PPDB, apakah menggunakan zonasi atau masih berbasis nilai Unas. Jika memang PPDB berbasis zonasi, maka tidak perlu ada acuan nilai Unas. Artinya, dengan nilai Unas berapapun, asalkan dekat dengan sekolah, maka bisa diterima,” tandas Sutan.
Politisi dapil Jambi itu berharap pemerintah daerah konsisten menerapkan ketetapan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa PPDB berbasis zonasi atau jarak rumah ke sekolah. Sehingga tidak lagi membuat anak stress dan tidak ada lagi rebutan sekolah favorit.
“Selama ini, dengan sistem nilai Unas, banyak orang tua dari penjuru daerah mendaftarkan anaknya ke sekolah yang dicap sebagai sekolah favorit. Akibatnya ada anak yang dekat sekolah tidak diterima karena kalah bersaing dengan siswa lain yang rumahnya sangat jauh dari sekolah,” tutup Sutan.