KPU Jangan Reduksi Gagasan Capres-Cawapres dalam Debat Publik

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
KPU Jangan Reduksi Gagasan Capres-Cawapres dalam Debat Publik
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menjadi pembicara saat diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Menakar Efektivitas Debat Capres dalam Meraih Suara". (Dok : DPR).

Kesan itu terlihat dengan adanya format pertanyaan yang diajukan.

Suara.com - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah minta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak mereduksi gagasan dan ide Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam debat publik. Kesan itu terlihat dengan adanya format pertanyaan yang diajukan.

Menurut Fahri, seharusnya KPU membuka ruang secara terbuka bagi para kandidat untuk "bertarung" bebas terkait ide dan gagasan yang akan dilakukan, apabila memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

“KPU selama ini mereduksi hak rakyat untuk mengetahui keseluruhan isi kepala para kandidat, ini yang harus dikurangi," kata Fahri, dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Menakar Efektivitas Debat Capres dalam Meraih Suara", di Media Center, Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Fahri mengkritik KPU dalam menyusun debat pertama seperti lomba cerdas-cermat, karena pertanyaan dibuat, lalu diberikan kepada paslon. Hal ini membuat debat tidak bisa mengeksplorasi gagasan kandidat.

Baca Juga: MKD Dibentuk untuk Jaga Kehormatan Anggota DPR

Menurutnya, rakyat sangat menginginkan apa yang menjadi isi kepala para kandidat, sehingga perdebatan dari hulu ke hilir harus berjalan di dalamnya.

“Kami kritik setelah debat pertama. Akhirnya soal tidak dibocorkan, namun tetap dibuat panelis. Namun bagaimana kita menjamin soal tidak bocor karena ada teknologi yang bisa menyadap, meskipun kita berada di ruang tertutup," ujarnya.

Fahri menyarankan agar tidak ada pembuatan soal dalam debat, sehingga biarkan saja kandidat bertanya dari hulu ke hilir terkait berbagai persoalan. Ia menyarankan KPU hanya membuat tema saja, misalnya tentang pendidikan, budaya, kesehatan dan ketenagakerjaan, karena para kandidat harus mampu mengidentifikasi persoalan dan menjabarkan solusinya.

“KPU seharusnya lepas diri dari keharusan membuat soal. Mulailah memberikan kesempatan kepada para kandidat untuk saling bertanya sedalam-dalamnya, yang mungkin akan mereka lakukan," kritik legislator dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Menurutnya, isu belum menunjukkan hal yang substansi, misalnya terkait isu-isu hukum, tidak disinggung terkait KPK, korupsi, dan penggunaan pasal karet dalam mempidanakan orang. 

Baca Juga: Booth DPR Go Expo 2019 Sulawesi Utara Ramai Dikunjungi Pengunjung


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI