Komisi XI : Defisit Keseimbangan Primer Merupakan Konsekwensi Logis

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
Komisi XI : Defisit Keseimbangan Primer Merupakan Konsekwensi Logis
Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan. (Dok : DPR).

Tema kebijakan APBN harus mampu menunjang kesempatan kerja.

Suara.com - Munculnya defisit keseimbangan primer sejak 2012  merupakan konsekuensi logis, ketika pemerintah menetapkan strategi kebijakan fiskal ekspansif dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Namun celakanya, selama ini kas pendapatan negara belum mampu meng-cover seluruh kebutuhan belanja hingga akhirnya negara selalu mengalami defisit.

“Kondisi keseimbangan primer yang defisit bukanlah sesuatu yang baik dalam kebijakan fiskal. Patut diapresiasi walaupun defisit APBN melebar dibanding tahun sebelumnya, namun defisit keseimbangan primer justru menyusut yaitu hanya Rp 1,8-1,9 triliun,” ungkap anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Jakarta, Jumat (30/8/2019).

Upaya meningkatkan keseimbangan primer, tentu terletak pada keinginan pemerintah mendorong pendapatan negara yang lebih baik. Dampak secara parsial di sektor infrastruktur masih dibatasi sebagai dampak langsung pada fase konstruksi, sehingga yang tercatat adalah pekerja konstruksi, belum pada fase pemakaian atau operasional.

Sementara itu, mengomentari APBN 2020 yang bertema meningkatkan daya saing dan SDM, legislator F-Gerindra ini melihat, mandatory spending di sektor pendidikan dan kesehatan yang masing-masing dialokasikan sebesar 20 persen dan 10 persen dari total APBN 2020, sehingga masih perlu dipertanyakan.

Baca Juga: Ketua DPR Luncurkan Buku Akal Sehat Bambang Soesatyo

Tema kebijakan APBN tersebut kelak harus mampu menunjang kesempatan kerja dan tingkat pendapatan yang layak.

Kesempatan kerja yang luas dan tingkat pendapatan yang layak itu, pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan negara. Sementara dari paparan yang disampaikan pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat masih berorientasi pada kebijakan pemerintah dalam menjaga daya saing investasi dan ekspor antarnegara.

“Ada baiknya Kemenkeu dan Bappenas menerapkan sistem evaluasi yang bertujuan mengamati, apakah dampak kebijakan fiskal pada sektor-sektor tersebut sudah sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk KSSK juga dapat lebih bersinergi terkait orientasi kebijakan fiskal yang terus diselaraskan dengan dinamika di sektor riil, seraya tidak meninggalkan upaya transmisi dengan pemangku kebijakan di sektor moneter,” tutup Heri.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI