Covid-19 Belum Berakhir, RAPBN 2022 harus Dirancang Secara Efektif
Muhidin meminta, tahun 2022 mendatang belanja negara harus lebih tepat sasaran.
Suara.com - Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Muhidin Mohamad Said menyampaikan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 disusun dengan faktor ketidakpastian yang tinggi akibat Covid-19. Ia menilai penyebaran pandemi semakin meningkat, untuk itu RAPBN 2022 harus dirancang dengan kebijakan fiskal yang efektif, fleksibel dan responsif.
“Indikiator ekonomi dan bisnis hingga kuartal I tahun 2021 menunjukkan momentum pemulihan ekonomi yang semakin menguat, namun kita tidak boleh lengah, ancaman lonjakan Covid-19 menjadi kenyataan pada pekan ini, kita harus mampu merancang kebijakan yang efektif namun tetap dalam kerangka prudent dan akuntabel,” kata Muhidin, dalam laporannya di hadapan Rapat Paripurna DPR RI yang digelar dengan protokol kesehatan ketat di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta (6/7/2021).
Lebih lanjut, politisi Partai Golkar ini memberikan apresiasi kepada pemerintah yang mampu mengejar target vaksinansi Covid-19 secara harian hingga menjangkau 1,3 juta penduduk. Ia mengharapkan, agar langkah tersebut dapat menumbuhkan Produk Domestik Bruto (PDB) minimal 4 persen. Menurutnya, pemerintah akan kesulitan mengejar pertumbuhan PDB 5 persen pada tahun depan, apabila tahun ini hanya 3 persen.
“Pendapatan negara tahun 2022 kita harapkan menjadi jauh lebih baik, meskipun penerimaan perpajakan tahun 2022 masih melanjutkan berbagai subsidi fiskal, kebijakan ini untuk menopang keberlanjutan program pemulihan ekonomi nasional selama tiga tahun anggaran ini," pungkas legislator dapil Sulawesi Tengah itu.
Baca Juga: Komisi XI DPR Akan Gelar Fit and Proper Test Calon Anggota BPK
Muhidin meminta, tahun 2022 mendatang belanja negara harus lebih tepat sasaran, sehingga dapat berdampak optimal pada pemulihan ekonomi nasional. Karena tahun 2022 adalah tahun terakhir pemerintah memiliki kesempatan melakukan kebijakan counter cyclical dengan belanja yang sangat besar, hingga defisit APBN di atas 3 persen PDB.