BKSAP DPR RI, SEAPAC, WFD Perdalam Isu Suap melalui Studi Perbandingan

Fabiola Febrinastri
BKSAP DPR RI, SEAPAC, WFD Perdalam Isu Suap melalui Studi Perbandingan
Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon. (Dok: DPR)

Peran parlemen sangat penting, terutama dalam sisi pembuatan legislasi.

Suara.com - Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI bersama South East Asia Parliamentarians against Corruption (SEAPAC) dan Westminster Foundation for Democracy (WFD) menyelenggarakan Webinar Enforcing Measures to Combat Bribery: Comparative Analysis on the Anti-Bribery Legislations (UK and Southeast Asia)., di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis, (23/9/2021).

BKSAP DPR RI berupaya memfasilitasi penguatan rezim anti suap di kawasan Asia Tenggara melalui diplomasi parlemen dalam kerangka organisasi South East Asia Parliamentarians against Corruption (SEAPAC).

Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon, yang juga sebagai Presiden SEAPAC, menerangkan bahwa isu suap perlu diwaspadai mengingat ada potensi kejahatan tersebut meningkat saat pandemi COVID-19 terjadi. Sementara di sisi lain, pemberantasan suap merupakan prioritas sejak diadopsinya United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

“Upaya untuk merumuskan aturan anti-suap berkembang cukup pesat di kawasan Asia Tenggara. Saya mengucapkan terima kasih kepada WFD, yang juga menyediakan analisis perbandingan sebagai perangkat esensial untuk membantu memperkuat rezim anti-suap,” ucap Fadli.

Baca Juga: Anggota Komisi I DPR Yakin Pemerintah Tak Akan Kendur Hadapi KKB di Papua

“Peran parlemen sangat penting, terutama dalam sisi pembuatan legislasi, meskipun kita sudah ada aturan yang mengatur mengenai anti suap tetapi perlu adanya modifikasi terutamanya di wilayah Asia Teggara ini. Dari data yang ada 80 persen kasus korupsi di Indonesia itu dari suap,” ucapnya.

Lebih lanjut Fadli sampaikan, diperlukan regulasi yang lebih kuat di dalam undang-undang kita untuk mengatur anti bribery (anti suap), dengan kemajuan ilmu, beberapa perkembangan di Asia Tenggara semisal masuknya korporasi termasuk korporasi asing sebagai subyek hukum suap, seperti di Thailand maupun di Malaysia (korporasi sebagai subyek hukum).

“Dengan beragamnya mekanisme anti-suap di Asia Tenggara, forum Webinar menjadi sarana para anggota parlemen di Asia-Tenggara untuk berkumpul, berdiskusi dan bertukar pikiran dalam isu anti-suap,” ujar Fadli..

Dalam kesempatan yang sama, Franklin De Vrieze, Senior Governance Advisor WFD menguraikan pembahasan tersebut memiliki momentumnya, ketika gerakan global anti korupsi semakin bergulir sepeti UN, yang baru saja menyelenggarakan General Assembly Special Session on Anti-Corruption.

“G7 juga mengambil langkah signifikan untuk memerangi penyuapan terhadap pihak asing. G20 juga melalui Working Group Anti-Corruption dan dalam waktu dekat International Democracy Summit akan juga menggarisbawahi isu anti-korupsi,” terangnya.

Baca Juga: Rincian Gaji Anggota DPR RI Lengkap dengan Tunjangan dan Fasilitas

Dalam penanganan korupsi, Franklin menekankan tidak adanya pendekatan umum yang sama. Pengetahuan dan keahlian juga tidak cukup.

“Juga diperlukan political will dan ini bukan hal yang tetap. Ia berkembang, dapat dibangun dan dipelihara,” urai Franklin.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI