Komisi VIII Tanggapi SE Menag, Bukan Pelarangan Tapi Aturan Pengeras Suara pada Waktu Tertentu

Fabiola Febrinastri
Komisi VIII Tanggapi SE Menag, Bukan Pelarangan Tapi Aturan Pengeras Suara pada Waktu Tertentu
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily. (Dok: DPR)

Penggunaan pengeras suara di masyarakat kita sudah merupakan kearifan lokal.

Suara.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily menanggapi keluarnya Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, termasuk aturan pengeras suara di masjid. Menurutnya, aturan ini bukanlah suatu hal yang baru. Selain itu, imbauan ini bukanlah pelarangan penggunaan pengeras suara untuk kegiatan keagamaan, melainkan pengaturan pengeras suara pada waktu-waktu tertentu.

"Kalau kita lihat dari surat edaran oleh Kemenag, sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru bahwa imbauan untuk tidak menggunakan pengeras luar masjid atau musala itu bukan berarti melarang ibadahnya, yang dilarang itu penggunaan pengeras dan itupun juga hanya pada waktu-waktu tertentu," katanya kepada Parlementaria, di Jakarta, Kamis (14/03/2024).

“Imbauan untuk tidak menggunakan pengeras luar masjid atau musala itu bukan berarti melarang ibadahnya, yang dilarang itu penggunaan pengeras dan itupun juga hanya pada waktu-waktu tertentu,” katanya.

Ace, biasa ia disapa pun mencontohkan, pengaturan penggunaan pengeras suara jika dipergunakan untuk azan, yang ditujukan untuk memanggil kaum muslimin untuk mendirikan sholat, maka hal itu diperbolehkan. Namun, jika untuk membaca Al-Quran, ataupun pengajian, maka sebaiknya menggunakan pengeras suara di dalam masjid.

Baca Juga: 7 Sumber Kekayaan Ahmad Dhani, Pantas Lolos Jadi Anggota DPR!

"Tetapi kalau misalnya membaca Al-Quran atau pengajian-pengajian ya sebaiknya kita juga menghargai pihak-pihak yang lain di lingkungan sosial kita, agar jangan sampai merasa tidak nyaman. Jadi soal ramadan ini juga harus kita isi dengan menjaga hablumminannas-nya selain hablumminallah. Kita juga harus menjaga hubungan antara sesama manusia, agar tercipta wujud ketentraman sosial dan juga saling menghargai saling menghormati antara satu dengan yang lain," tandas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI, KH. Maman Imanul Haq menilai, penggunaan pengeras suara di masyarakat kita sudah merupakan kearifan lokal, jadi tidak perlu dilarang. Yang harus dilarang adalah penggunaan pengeras suara yang berlebihan dan tidak mengikuti aturan, misalnya pada saat jam-jam orang tidur.

"Yang harus dilarang itu adalah penggunaan pengeras suara yang berlebihan, yang tidak mengikuti aturan, termasuk juga di jam-jam orang tidur, masih menggunakan pengeras suara keluar, tapi kalau dilarang secara sekaligus menurut saya itu telah mengingkari kearifan lokal karena banyak orang yang merasakan manfaat dari pengeras suara. Sebenarnya dari zaman (Menag) Pak Mufti Ali, sudah ada edaran, tapi bukan pelarangan. Lebih kepada penggunaan sound system, termasuk toa. Itu jangan mengganggu masyarakat sekitar," tutupnya.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI