DPR Dorong Diplomasi Jerman Atasi Larangan Impor Minyak Kelapa Sawit
Masalahan banned UE terhadap minyak sawit diharapkan segera selesai.
Suara.com - Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari menyebut, pertemuan Komisi I DPR dengan Parlemen Republik Federal Jerman telah menghasilkan sesuatu yang positif bagi perekonomian Indonesia ke depan. Salah satunya mengenai larangan impor minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa (UE) dari Indonesia dan Malaysia.
Kharis mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut, Jerman akan memberikan bantuan diplomasi kepada UE terkait permasalahan tersebut.
Parlemen UE membuat keputusan untuk melarang penggunaan bahan bakar nabati, seperti minyak sawit. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes mereka terhadap proses produksi minyak sawit Indonesia yang diduga sering melakukan pembakaran hutan demi membuka perkebunan kelapa sawit.
Hal tersebut sangat tidak dibenarkan, karena tidak memenuhi standar produksi Uni Eropa. Kharis berharap, penguatan diplomasi Indonesia dengan Jerman bisa membuat pasar minyak kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa lebih baik.
Baca Juga: DPR Dukung Ide Tantowi Gelar Pacific Exposition di Selandia Baru
“Kami minta disampaikan kepada Jerman untuk memberikan bantuan terhadap kita. Mereka sangat concern terhadap masalah palm oil, masalah climate change, dan renewable energy. Jadi saya kira cukup hangat perbincangan antara Komisi I dengan Parlemen Republik Federal Jerman,” ujar Kharis, usai memimpin pertemuan Komisi I DPR RI dengan pimpinan dan anggota Parlemen Republik Federal Jerman, di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (27/2/2019).
Pertemuan ini juga dihadiri oleh sejumlah pimpinan dan anggota Komisi I. Kharis mengaku optimistis permasalahan banned UE terhadap minyak sawit akan segera selesai dan mendapat solusi terbaik. Kharis menambahkan, selama beberapa dekade terakhir, minyak kelapa sawit merupakan ekspor pertanian Indonesia yang paling signifikan.
Seperti pada 2010, Indonesia dapat mengekspor lebih dari US15,5 miliar produk terkait minyak kelapa sawit.
“Optimistis. Kami sesungguhnya menjelaskan dengan baik dan bisa mengerti, hanya Uni Eropa, kan bukan hanya Jerman. Jadi Indonesia harus menggalang lebih banyak negara-negara yang bisa mendukung agar banned terhadap palm oil ini dapat dihapuskan,” tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Sebelumnya, UE telah kompromi untuk memberikan tambahan waktu bagi Indonesia dan baru akan melarang minyak sawit pada 2030, menyusul penolakan Dewan dan Komisi Eropa yang menolak tenggat waktu larangan sawit. Walaupun Alasan UE untuk menghentikan impor kelapa sawit dari Indonesia dianggap tidak masuk akal, namun menurut Kharis, setidaknya dengan adanya tambahan waktu, Indonesia bisa memperbaiki tata kelola produksi sawit.
Baca Juga: DPR Hadiri UN Annual Parliamentary Hearing di Amerika Serikat