DPR: Kontribusi Perempuan Parlemen Jerman Patut Dicontoh
Perempuan dalam dunia parlemen Indonesia pada 2014-2019, baru sekitar 18 persen.
Suara.com - Anggota Komisi I DPR RI, Lena Maryana mengaku kagum dan berharap, Indonesia dapat mencontoh kontribusi perempuan dalam Parlemen Republik Federal Jerman. Ia menyebut, angka representasi perempuan di Parlemen Jerman lebih tinggi daripada Indonesia, karena mereka menerapkan sistem yang berbeda dengan Indonesia.
Hal ini disampaikan Lena, usai mengikuti pertemuan Komisi I DPR dengan Parlemen Republik Federal Jerman, di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (27/2/2019).
Ia menganggap, Indonesia memiliki potensi yang sama dalam mewujudkan kontribusi perempuan di parlemen, sehingga hal ini selalu dibawa Lena dalam kegiatan politiknya.
“Dalam pertemuan ini, saya mengangkat soal representasi perempuan diparlemen. Soal keterlibatan perempuan dalam politik, kami tahu, Jerman angkanya lebih tinggi daripada Indonesia dan mereka memang menerapkan sistem yang berbeda dengan kita, yang mereka lakukan adalah big system,” tutur Lena.
Baca Juga: Ketua DPR Pastikan Hiruk Pikuk Pemilu Tak Ganggu Kinerja DPR
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyebut, representasi perempuan di parlemen sangat penting, dan target mutlaknya adalah minimal 30 persen. Menurutnya, angka tersebut merupakan titik keseimbangan untuk dapat mempengaruhi kebijakan publik, agar lebih berpihak kepada rakyat, terutama mewakili suara perempuan dan anak.
“Kehadiran perempuan di parlemen itu penting. Angka 30 persen adalah angka critical mass, jadi bukan sembarang angka. Mengapa tidak 40 atau 50 persen, tapi 30 persen adalah untuk mempengaruhi kebijakan agar lebih berpihak kepada rakyat. Kalau berpihak kepada rakyat, artinya berpihak kepada perempuan dan anak,” tegas politisi dapil DKI Jakarta II itu.
Perempuan, dalam dunia parlemen Indonesia dalam periode 2014-2019, baru sekitar 18 persen. Namun menurut Lena, kebijakan mengenai penempatan perempuan di parlemen saat ini sudah diperbaiki dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
“Sebelumnya tidak ada kebijakan afirmasi di Undang-undang Pemilu dan penempatan perempuan agar bisa dipastikan terpilih di parlemen di nomor urut minimal 1 di antara 3 harus perempuan, sehingga kemungkinan perempuan ada di top list. Ada di nomor urut yang tingkat keterpilihannya cukup tinggi,” ujarnya.
Baca Juga: DPR Dorong Diplomasi Jerman Atasi Larangan Impor Minyak Kelapa Sawit