BAKN Undang Pakar Bahas Kebijakan Subsidi di Indonesia

Fabiola Febrinastri
BAKN Undang Pakar Bahas Kebijakan Subsidi di Indonesia
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Ahmad Syaikhu. (Dok : DPR)

Manfaat subsidi energi mesti bisa dirasakan oleh kelompok masyarakat miskin di Indonesia.

Suara.com - Di Indonesia, kebijakan subsidi merupakan instrumen kebijakan fiskal dalam rangka menjaga pemerataan terhadap akses ekonomi dan pembangunan. Subsidi diperuntukkan untuk melakukan koreksi terhadap ketidaksempurnaan pasar.

Subsidi energi di Indonesia dalam satu dekade terakhir mencapai angka lebih dari seratus triliun rupiah setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2014 angka subsidi energi mencapai angka Rp 246,5 triliun, atau 2,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan belanja di lebih 5 kementerian lembaga.

Guna mendapatkan masukan terkait subsidi energi dan melihat lebih jauh efektifitas kebijakan dan metode pemberiaan subsidi energi yang diterapkan oleh pemerintah, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum dengan beberapa pakar dan narasumber.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Ahmad Syaikhu menegaskan, kebijakan subsidi haruslah tepat sasaran. Manfaat subsidi energi mesti bisa dirasakan oleh kelompok masyarakat miskin di Indonesia.

Baca Juga: Pimpinan DPR Serahkan Bantuan Ventilator ke Klinik Layanan Kesehatan

“Pada praktiknya, terjadi anomali dan disorientasi sasaran pada kebijakan subsidi di Indonesia, yang justru keluar dari konteks proteksi terhadap kelompok masyarakat miskin. Manfaatnya jatuh pada kelompok yang tidak semestinya,” ucap Ahmad, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/6/2020).

Meskipun di satu sisi, subsidi dipandang sebagai bantuan sosial, tambah Syaikhu, namun kebanyakan subsidi energi Indonesia lebih bersifat regresif. Dengan kata lain, hanya menguntungkan kelompok berpendapatan tinggi secara tidak proporsional, sebagai akibat dari subsidi tidak tepat sasaran yang tidak menjangkau kalangan miskin.

“Pada saat yang sama, mekanisme harga tetap juga mendorong konsumsi energi yang boros dan sia-sia, dimana hanya memberikan sedikit insentif untuk meningkatkan efisiensi energi atau mengurangi emisi gas rumah kaca domestik, dan berkontribusi pula terhadap memburuknya neraca perdagangan Indonesia,” ujarnya.

Menanggapi pertanyaan tertulis dari anggota dewan tentang dampak subsidi energi terhadap kesejahteraan rakyat, Enny Sri Hartati, salah seorang pakar yang diundang hadir dalam RDPU tersebut menyampaikan bahwa kebijakan energi tidak hanya soal harga murah, namun juga harus menuju kemandirian energi. Enny juga mendorong adanya bauran energi dalam rangka meningkatkan penggunaan energi terbarukan.

“Kebijakan subsidi mestinya diperuntukkan dan dinikmati oleh kelompok masyarakat miskin. Akan tetapi, subsidi energi di Indonesia saat ini masih belum tepat sasaran, karena porsi terbesarnya justru dinikmati oleh orang kaya. Selain itu, skema subsidi yang ada di Indonesia justru berpotensi dimanfaatkan para pemburu rente ekonomi atau sering disebut mafia,” tutur Enny.

Baca Juga: DPR : Perawatan Alutsista Terbatas Situasi Operasional dan Anggaran


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI